1. Sumber
Dana dengan Akad Wadiah
a. Pengertian
dan rukun Wadiah
Wadiah
dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan
hukum yang harus
dijaga dan dikembalikan kapan
saja si penyimpan
menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untuk menjaga
keselamatan barang itu dari kehilangan,
kemusnahan, kecurian dan
sebagainya. Yang dimaksud dengan “barang”
disini adalah suatu
yang berharga seperti
uang, barang, dokumen, surat
berharga, barang lain
yang berharga disisi Islam.
Adapun rukun yang
harus dipenuhi dalam
transaksi dengan prinsip
wadiah
adalah :
1. Barang
yang dititipkan
2. Orang
yang penitipkan / penitip
3. Orang yang menerima titipan/ penerima titipan
4. Ijab
Qobul
b. Jenis
Wadiah
Wadiah
dibedakan dalam dua jenis yaitu:
1. wadiah
yad-amanah.
wadiah
yad-amanah, titipana dimana
penerima titipan tidak
boleh
memanfaatkan barang
titipan tersebut sampai
diambil kembali oleh
penitip. Untuk memberikan
gambaran diberikan ilustrasi
sederhana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Amir seorang tinggal di Jakarta ingin
pergi ke Bandung dengan mempergunakan
Kereta Api. Untuk
menuju stasiun Gambir Jakarta ia
mempergunakan sepeda motor.
Sesampainya di stasiun Gambir
Amir kemudian menitipkan sepeda motor pada ”Tukang Pakir”
dan atas penitipan
tersebut Amir membayar biaya parkir.
Tukang Parkir harus
menjaga amanah dan
tidak diperkenankan untuk mempergunakan sepeda motor Amir. Contoh diatas
merupakan ilustrasi wadiah
amanah, yang dalam perbankan syariah
diaplikasikan pada produk
”safe deposit Box”. Bank
syariah tidak diperkenankan
untuk mempergunakan atau mengambil manfaat
dari barang yang
ada pada safe
deposito box tersebut, sebagai
imbalan bank syariah menerima fee.
2. wadiah
yad-dhamanah
Wadiah
yad-dhamanah adalah titipan dimana barang titipan selama belum dikembalikan
kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil
pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka
seluruhnya menjadi hak
penerima titipan. Untuk memberikan gambaran diberikan
ilustrasi sederhana yang
terjadi dalam kehidupan
sehari-hari.
Amir seorang tinggal di Jakarta ingin pergi ke Bandung dengan
mempergunakan Kerata Api.
Untuk menuju stasiun
Gambir Jakarta ia mempergunakan
sepeda motor dan
sesampainya di stasiun Gambir
Amir kemudian menitipkan sepeda motor pada ”Tukang Pakir” dan atas penitipan
sepeda motor tersebut Amir membayar
biaya parkir. Pada
saat menitipkan tersebut
kepada ”Tukang Parkir” Amir mengatakan bahwa sepeda motor dapat dipergunakan untuk ngojek, tetapi
sewaktu-waktu Amir datang untuk
mengambil sepeda motor
harus ada dan
utuh seperti semula.Yang menjadi
pertanyaan : ”apakah
Amir sebagai pemilik sepeda
motor mendapat bagian
dari hasil ojek
yang )dilakukan oleh tukang parkir?” dan ”Apakah tukang parkir harus
membayar imbalan kepada
Amir dan bagaimana
risiko atas sepeda motor
tersebut” Jawabanya adalah
Pertama, Amir sebagai pemilik sepeda motor tidak mendapat bagian dari hasil ojek yang
dilakukan oleh tukang
parkir (karena titipan
dan bukan bagi hasil). Kedua tukang parkir tidak harus memberikan imbalan kepada Amir dan semua
risiko yang timbul atas sepeda motor adalah tanggung jawab tukang parkir. Jika tukang parkir
memberikan imbalan dari sebagian hasil ojek maka hal tersebut Merupakan kebijakan tukang parkir. Contoh diatas
merupakan ilustrasi wadiah
dhamanah, yang dalam perbankan syariah
diaplikasikan untuk produk
Giro dan Tabungan. Pemilik rekening giro wadiah dan
pemilik rekening tabungan wadiah menitipkan
dananya kepada Bank
Syariah sebagai tukang
parkir (penerima titipan). Untuk
itu pemegang rekening
wadiah harus membayar biaya
penitipan dan Bank Syariah sebagai penerima titipan tidak ada
kewajiban untuk memberikan
imbalan. Namun atas
kebijakannya bank syariah
dapat memberikan imbalan
yang sering disebut “bonus”
kepada penitip dengan syarat:
1) Bonus merupakan
kebijakan (hak prerogatif)
dari bank sebagai penerima titipan
2) Bonus
tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlah yang diberikan, baik dalam
prosentase maupun nominal
(tidak ditetapkan dimuka).
c. Karakteristik
Wadiah
1. Wadiah
Yad Al Amanah,
a. merupakan
titipan murni,
b. barang
yang dititipkan tidak
boleh digunakan (diambil manfaatnya) oleh penitip,
c. sewaktu titipan dikembalikan harus dalam
keadaanutuh baik nilai maupun fisik barangnya,
d. jika
selama dalam penitipan
terjadi kerusakan maka pihak
yang menerima titipan
tidak dibebani tanggung jawab,
e. sebagai
kompensasi atas tanggung
jawab pemeliharaan dapat
dikenakan biaya titipan.
2.
Wadiah Yad Ad Dhamanah
a. Merupakan
pengembangan dari Wadi’ah Yad Al Amanah yang disesuaikan dengan aktifitas
perekonomian.
b. Penerima titipan
diberi izin untuk
menggunakan dan mengambil manfaat
dari titipan tersebut (tidak idle).
Penyimpan mempunyai kewajiban
untuk bertanggung jawab terhadap
kehilangan / kerusakan barang tersebut.
c. Semua keuntungan
yang diperoleh dari
titipan tersebut menjadi hak
penerima titipan.
d. Sebagai
imbalan kepada pemilik
barang / dana
dapat diberikan semacam insentif
berupa bonus, yang
tidakdisyaratkan sebelumnya.
e. Penerima titipan dalam transaksi wadiah dapat:
1) meminta
ujrah (imbalan) atas penitipan barang/uang tersebut; dan
2) memberikan bonus kepada penitip dari hasil
pemanfaatan barang/uang titipan (wadiah yad-dhamanah) namun tidak boleh
diperjanjikan sebelumnya dan besarnya tergantung pada kebijakan penerima
titipan.
Sedangkan dalam
Pedoman Akuntansi Perbankan
Syariah
Indonesia (PAPSI)
dijelaskan karakteristisk wadiah
(PAPSI, 2003, h
IV.148)
sebagai berikut:
1) Giro wadiah adalah
titipan pihak ketiga
pada bank syariah
yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, bilyet
giro, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan
cara pemindahbukuan. Termasuk
didalamnya giro wadiahyang
diblokir untuk tujuan tertentu misalnya dalamrangka escrow account, giro yang
diblokir oleh yang berwajib karena suatu perkara.
2) Tabungan wadiah adalah
titipan pihak ketiga
pada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati
dengan kuitansi, kartu
ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau
dengan cara pemindahbukuan.
3) Atas bonus
simpanan wadiah dikenakan pajak
sesuai dengan
ketentuan
perpajakan yang berlaku.
Dalam prinsip
wadiah, baik tabungan
wadiah maupun giro wadiah tidak diperkenankan cerukan
(overdraft), yaitu penarikan yang melebihi
saldo yang dimilikinya.
Umumnya pada bank
konvensional cerukan merupakan fasilitas yang diberikan kepada nasabah
dan bank mengenakan bunga yang
lebih tinggi dari
bunga kredit bank.
Untuk memberikan gambaran ilutrasi
cerukan tidak diperkenankan
dalam bank syariah.
d.
Aplikasi wadiah dalam perbankan syariah
Prinsip wadiah
dalam perbankan adalah
diaplikasikan untuk produk
tabungan wadiah dan
giro wadiah yang
secara rinci akan dibahas dalam butir berikut ini.
1) Giiro
Wadiah
Dalam Undang-undang
no 10 tahun
1998, pasal 1
ayait 6
disebutkan yang
dimaksud dengan giro
adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan
setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro,
sarana perintah pembayaran
lainnya atau dengan
cara pemindahbukuan.
Dalam Undang-undang
nomor 21 Tahun
2008, pasal 1 menjelaskan Simpanan
adalah dana yang
dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank
Syariah dan/ atau
UUS berdasarkan Akad wadi'ah
atau Akad lain
yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah dalam
bentuk Giro, Tabungan,
atau
bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Giro
adalah Simpanan berdasarkan
Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, bilyet
giro, sarana perintah pembayaran lainnya,
atau perintah pemindahbukuan.
Dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional
ditetapkan ketentuan tentang Giro
Wadiah (Fatwa,2006) sebagai berikut:
1. Bersifat titipan
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call)
3. Tidak
ada imbalan yang
disyaratkan, kecuali dalam
bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Karakteristik
dari giro wadiah antara lain:
1. harus dikembalikan
utuh seperti semula
sejumlah barang yang dititipan sehingga tidak boleh overdraft
(cerukan)
2. dapat dikenakan biaya titipan
3. dapat
diberikan syarat tertentu untuk keselamatan barang titipan misalnya dengan cara
menetapkan saldo minimum Penarikan giro wadi`ah dilakukan
dengan cek dan
bilyet giro sesuai ketentuan yang
berlaku. Jenis dan
kelompok rekening sesuai
ketentuan yang berlaku dalam
kegiatan usaha bank
sepanjang tidak bertentang
dengan syariah
4. Dana
wadi’ah hanya dapat digunakan seijin penitip
Dalam Surat
Edaran Bank Indonesia
nomor 10/ 31
/DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal: Produk Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah dijelaskan giro wadiah diatur sebagai berikut:
1. Definisi
Giro
adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek/bilyet giro,
sarana perintah pembayaran
lainnya, atau dengan pemindahbukuan
2. Akad Wadiah
Transaksi penitipan
dana atau barang
dari pemilik kepada
penyimpan
dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk
mengembalikan dana atau
barang titipan sewaktu-waktu
3. Fitur dan Mekanisme
Giro
atas dasar akad wadiah
·
Bank bertindak sebagai penerima dana
titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana;
·
Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian
imbalan atau bonus kepada nasabah;
·
Bank
dapat membebankan kepada
nasabah biaya administrasi berupa
biaya-biaya yang terkait
langsung dengan biaya pengelolaan
rekening antara lain
biayacek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo
rekening, pembukaan dan penutupan rekening;
·
Bank menjamin pengembalian dana titipan
nasabah; dan
·
Dana titipan dapat diambil setiap saat
oleh nasabah
Ketentuan
Giro Wadiah tidak berbeda dengan ketentuan tentang pengelolaan Rekening Giro Bank
Konvensional yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain:
a. PBI nomor
8/29/PBI/2006 tentang Daftar
Hitam nasional Penarikan Cek
dan/atau Bilyet Giro
Kosong yang didalamnya membahas tentang pengelolaan
rekening giro
1. Pengertian (Pasal 1)
1. Rekening Giro
adalah rekening giro
rupiah yang dananya dapat
ditarik setiap saat
dengan menggunakan Cek dan/atau
Bilyet Giro, sarana perintah pembayaran
lainnya, atau dengan pemindahbukuan.
2. Rekening
Khusus adalah rekening
yang khusus dibuka dan
disediakan oleh Bank
Tertarik untuk Penarik
yang Rekening Gironya
ditutup atas permintaan sendiri
atau karena dikenakan
sanksi setelah
dicantumkannya identitas Pemilik
Rekening dalam daftar hitam nasional yang berlaku, dan hanyadapat digunakan
untuk menampung dana
guna memenuhi kewajiban pembayaran atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang
masih beredar.
2.Pembukaan Rekening
b. Pasal
2 menyebutkan sebagai berikut:
1. Rekening Giro
hanya dapat dibuka
untuk Nasabah berdasarkan adanya
Perjanjian Pembukaan
Rekening Giro antara
Nasabah dengan Bank.
2. Pembukaan
Rekening Giro sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
harus dilengkapi dengan data
dan/atau informasi Nasabah.
3. Rekening
Giro sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat
dibagi menjadi 3
(tiga) jenis Rekening Giro
berdasarkan Nasabah yang melakukan Perjanjian
Pembukaan Rekening Giro, yaitu:
a. Rekening
Giro perorangan;
b. Rekening
Giro badan;
c. Rekening Giro Gabungan.
4. Perjanjian Pembukaan
Rekening Giro sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
paling kurang berisi klausula-klausula yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia. (5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pembukaan
Rekening Giro sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dan klausula-klausula
sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) diatur dengan
Surat Edaran Bank Indonesia.
c. Pasal
3 menyebutkan sebagai berikut:
1) Bank dapat
memberikan Cek dan/atau Bilyet Giro
kepada Nasabah yang
telah memenuhi persyaratan dalam
pembukaan Rekening Giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
2) Bank harus
membuat tata usaha
atas Cek dan/atau Bilyet
Giro yang telah
diberikan kepada Nasabah
yang telah menjadi Pemilik Rekening sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
3) Kewajiban Penyediaan Dana
d. Pasal
4 menyebutkan sebagai berikut:
1) Penarik
wajib telah menyediakan
Dana yang cukup dalam
Rekening Gironya pada
Bank Tertarik, dengan ketentuan:
a)
Untuk Cek pada saat diunjukkan kepada
Bank Tertarik; atau
b) Untuk Bilyet
Giro sejak tanggal
efektif sampai dengan tanggal daluwarsa.
2) Ketentuan
tentang kewajiban penyediaan Dana sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku untuk:
a) Bilyet
Giro yang diunjukkan
sebelum Tanggal Efektif;
b) Cek
dan/atau Bilyet Giro
yang dibatalkan oleh Penarik
setelah tanggal berakhirnya Tenggang
Waktu Pengunjukan; dan/atau
c) Cek
dan/atau Bilyet Giro
yang diunjukkan telah daluwarsa.
3) Ketentuan mengenai kewajiban
penyediaan Dana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk Cek dan/atau Bilyet Giro yang
diblokir pembayarannya diatur dengan
Surat Edaran Bank Indonesia.
e. Pasal
5 menyebutkan sebagai berikut:
a) Pembatalan Cek
dan/atau Bilyet Giro
oleh Penarik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b hanya
dapat dilakukan secara tertulis.
b) Tata
cara pembatalan Cek dan/atau Bilyet Giro oleh
Penarik diatur lebih
lanjut dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
4) Penutupan
Rekening Giro
f. Pasal
6 menyebutkan sebagai berikut:
1) Dalam hal Rekening Giro ditutup, baik karena
permintaan sendiri maupun
sebab lain, Bank wajib mensyaratkan kepada Pemilik
Rekening untuk:
a. Mengembalikan
sisa blanko Cek dan/atau
Bilyet Giro yang
belum digunakan;
b. Menyediakan
Dana yang cukup
pada Rekening Khusus jika
terdapat Cek dan/atau Bilyet
Giro yang masih beredar; dan
c. Menyerahkan
surat pernyataan di
atas meterai yang cukup, yang paling kurang memuat pernyataan bahwa:
1. semua
kewajiban Pemilik Rekening berkaitan
dengan penggunaan Cek dan/atau
Bilyet Giro telah diselesaikan
dengan baik;
2. tidak terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro
Pemilik Rekening yang masih beredar
di masyarakat sepanjang Pemilik Rekening
memastikan tidak terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar;
dan
3. Pemilik Rekening
bersedia identitasnya
dicantumkan atau dicantumkan kembali
ke dalam DHN, apabila ternyata
dikemudianhari masih terdapat penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang
memenuhi kriteria DHN.
4. Kewajiban
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c
tidak berlaku untuk
Pemilik Rekening yang:
a. tidak pernah memperoleh Cek dan/atau Bilyet
Giro dari Bank Tertarik; atau
b. memperoleh Cek
dan/atau Bilyet Giro
c. namun seluruhnya
telah kembali ke dalam tata usaha Bank Tertarik.
5. Ketentuan
lebih lanjut mengenai penutupan Rekening
Giro sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
3.Pembukaan dan Penutupan Rekening Khusus
a. Pasal
7 menyebutkan sebagai berikut:
1) Dalam
hal Rekening Giro
ditutup karena permintaan sendiri
maupun sebab lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1), sedangkan Pemilik Rekening
masih memiliki kewajiban pembayaran
atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar, Bank
Tertarik wajib langsung membuka
Rekening Khusus
2) untuk menyelesaikan
kewajiban pembayaran dimaksud.
3) Dalam
hal Rekening Giro
ditutup, namun masih terdapat
sisa Dana dan
tidak terdapat kewajiban untuk
melakukan pembayaran atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih
beredar,
maka
penyelesaian sisa Dana diserahkan pada kebijakan Bank Tertarik.
a. Pasal 8 menyebutkan sebagai berikut:
1) Bank wajib
menutup Rekening Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) jika kewajiban terhadap seluruh Cek dan/atau Bilyet Giro
yang masih beredar
telah diselesaikan.
2) Penutupan
Rekening Khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberitahukan
secara tertulis oleh Bank kepada Pemilik Rekening.
1. Jenis dan Persyaratan Pembukaan Rekening Giro
Rekening Giro
dapat dibagi menjadi
3 (tiga) jenis berdasarkan Nasabah
yang melakukan Perjanjian Pembukaan Rekening Giro, yaitu:
1. Rekening
Giro Perorangan
Rekening Giro
perorangan adalah Rekening Giro atas nama perorangan yang
dibuka oleh orang-perorangan
termasuk individu yang memiliki usaha seperti toko, restoran,
bengkel, dan/atau warung.
2.
Rekening Giro Badan
Rekening Giro
badan adalah Rekening
Giro atas nama instansi
pemerintah/lembaga negara,
organisasi masyarakat dan
sejenisnya, badan usaha dan/atau badan hukum, termasuk didalamnya Bank
dan Bank Perkreditan Rakyat. Contoh
Rekening Giro badan antara lain
Rekening Giro yang dibuka oleh
badan usaha atau
badan hukum yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD) atau peraturan perundangan lainnya, seperti
Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, Firma,
atau Commanditaire Vennootschap
(CV).
3. Rekening
Giro Gabungan (joint account)
Rekening Giro
Gabungan adalah Rekening Giro yang dimiliki oleh lebih dari
satu Pemilik Rekening, yang dapat
terdiri dari gabungan badan, orang pribadi, dan/atau
campuran dari keduanya.
2. Kewajiban Penyediaan Dana
Penarik wajib
menyediakan Dana yang
cukup dalam Rekening Gironya pada
Bank Tertarik, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kewajiban
penyediaan Dana untuk Cek
1) Penarik Cek
wajib menyediakan Dana
yang cukup pada
Rekening Gironya pada
saat Cek diunjukkan kepada Bank
Tertarik.
2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf
a termasuk pula
penyediaan Dana atas Pengunjukan Cek
yang dilakukan sebelum Tanggal Penarikan (post dated
cheque).
3) Dalam hal
Pengunjukan Cek sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan
huruf b tidak didukung Dana
yang cukup atau
Rekening telah ditutup, maka
Penarikan tersebut dikategorikan
sebagai Penarikan Cek Kosong.
4) Dana
dianggap tersedia apabila pada saat Cek diunjukkan Dana
tersebut telah efektif
dalam Rekening Giro Pemilik Rekening.
b. Penarik
wajib menyediakan Dana untuk Bilyet Giro mulai
Tanggal Efektif sampai
dengan tanggal daluwarsa sepanjang
Bilyet Giro tersebut
tidak dibatalkan oleh Penarik
setelah berakhirnya Tenggang Waktu
Pengunjukan. Dalam hal Pengunjukan Bilyet
Giro tersebut tidak
didukung Dana yang cukup atau Rekening telah ditutup, maka
Penarikan tersebut dikategorikan
sebagai Penarikan Bilyet Giro Kosong.
c. Penarik tidak diwajibkan menyediakan Dana,
jika:
1) Bilyet Giro
diunjukkan sebelum Tanggal Efektif.
2) Cek
dan/atau Bilyet Giro
dibatalkan oleh Penarik setelah
tanggal berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan.
3) Cek dan/atau
Bilyet Giro hapus
karena daluwarsa yaitu setelah
waktu 6 (enam)
bulan terhitung sejak berakhirnya
Tenggang Waktu Pengunjukan.
3.Penutupan Rekening
Giro atas Permintaan
Sendiri atau Berdasarkan Ketentuan Internal Bank
Dalam hal
Rekening Giro ditutup
karena adanya permintaan sendiri
Pemilik Rekening atau
adanya ketentuan internal Bank
yang bersangkutan, hal-hal
yang wajib dilakukan oleh Bank dan Pemilik Rekening adalah:
a. Kewajiban Bank
1) Bank
wajib meneliti data Pemilik Rekening dan memastikan sisa
blanko Cek dan/atau
Bilyet Giro yang tidak
dipergunakan oleh Pemilik Rekening.
2) Bank
wajib meminta kembali
seluruh blanko Cek dan/atau
Bilyet Giro yang
tidak dipergunakan oleh Pemilik Rekening.
3) Dalam
hal terdapat Cek
dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar, maka Bank wajib:
2.Sumber Dana dengan Akad Wadiah
a)
Pengertian
dan Rukun Mudharabah
Istilah “mudharabah”
merupakan istilah yang
paling banyak digunakan oleh
bank-Bank Islam. Prinsip
ini juga dikenal
sebagai “qiradh” atau “muqaradah”.
Mudharabah adalah perjanjian
atas suatu jenis perkongsian,
dimana pihak pertama
(shahib al’mal) menyediakan dana,
dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Hasil usaha dibagikan
sesuai dengan nisbah
(porsi bagi hasil) yang
telah disepakati bersama
secara awal, maka
kalau rugi shahib al’mal
akan kehilangan sebagian
imbalan dari kerja
keras dan
managerial
skil selama proyek berlangsung.
Mudharabah
disebut juga Qiradh yang berarti “memutuskan”. Tujuan akad
mudharabah adalah supaya
ada kerjasama kemitraan antara
pemilik harta (modal)
yang tidak ada
pengalaman dalam perniagaan / perusahaan atau tidak ada peluang untuk
berusaha sendiri dalam lapangan
perniagaan, perindustrian dan
sebagainya dengan orang berpengalaman
di bidang tersebut
tapi tidak punya modal. Ini merupakan suatu langkah
untuk menghindari penyia-nyiaan modal
pemilik harta dan
menyia-nyiakan keahlian tenaga
ahli yang tidak mempunyai modal
untuk memanfaatkan keahlian mereka. Mudharabah
adalah suatu kerjasama
kemitraan yang terdapat pada zaman jahiliah yang diakui
Islam. Diantara orang yang melakukan kegiatan
mudharabah ialah Nabi
Muhammad s.a.w. sebelum
beliau menjadi rasul, beliau ber mudharabah dengan calon istrinya,
Khadijah dalam melakukan perniagaan
antara negeri Mekkah
dengan Sham (Syria). Hati
Khadijah tertarik dengan
sifat-sifat amanah, jujur
dan kebijaksanaan Muhammad dalam
perniagaan dengan mendapat keuntungan berlipat
ganda, akhirnya mereka
dijodohkan oleh Allah S.W.T.
sebagai suami istri
yang dikaruniakan dengan zuriat
yang sholeh. Muhammad terus
berdagang hingga menjelang
saat beliau dilantik Allah S.W.T
menjadi Rasul.
Dalam transaksi
dengan prinsip mudharabah
harus dipenuhi
rukun
mudharabah yaitu:
1. Shahibul maal / Rabulmal(pemilik dana /
nasabah)
2. Mudharib (pengelola dana/ pengusaha / bank)
3. Amal ( Usaha / pekerjaan)
4. Ijab Qabul
Dilihat dari
segi kuasa yang
diberikan kepada pengusaha,
mudharabah
terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1) Mudharabah Muthlaqah,
yaitu pihak pengusaha
“diberi kuasa penuh untuk
menjalankan proyek tanpa
larangan / gangguan apapun” urusan
yang berkaitan dengan
proyek itu dan tidak terikat dengan
waktu, tempat, jenis,
perusahaan dan pelanggan.
Mudharabah Mutlaqah ini
pada usaha perbankan
syariah diaplikasikan pada tabungan,
dan deposito. Mudharabah Mutlaqah dalam PSAK 59 tentang
Akuntansi Perbankan Syariah diterjemahkan menjadi Investasi Tidak Terikat dan
dalam PSAK syariah yang baru
disempurnakan menjadi Dana
Syirkah Temporer.
2) Mudharabah Muqaidah
/ Muqayyadah (Investasi Terikat)
yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi / memberi syarat kepada
mudharib dalam pengelolaan dana seperti misalnya
a) hanya
untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu dan tempat yang
tertentu saja,
b) Bank dilarang
mencampurkan rekening Investasi
Terikat dengan dana bank
atau dana rekening
lainnya pada saat investasi.
c) Bank dilarang
untuk investasi dananya
pada transaksi penjualan cicilan,
tanpa penjamin atau tanpa jaminan.
d) Bank
diharuskan melakukan investasi sendiri (tidak melalui pihak ketiga).
Disamping itu
ada jenis bentuk
lain mudharabah, yaitu mudharabah musytarakah
yaitu mudharabah dimana
pengelola dana menyertakan modal
atau dananya dalam
kerjasama investasi. Akad mudharabah musytarakah
merupakan perpaduan akan
mudharabah dan akan musyarakah. Dalam
transaksi mudharabah Bank
Syariah bisa bertindak sebagai pengelola dana (mudharib)
dan dapat bertindak sebagai pemilik dana
(shahibull maal).
1. Dalam
penghimpunan dana, dengan prinsip
mudharabah mutlaqah(Dalam
PSAK 59 disebut
dengan Investasi Tidak
Terikat dan dalam PSAK
syariah yang baru
diganti dengan Dana
Syirkah Temporer), kedudukan Bank
Syariah Baitul Qiradh
sebagai pengelola dana (mudharib)
sedangkan sebagai pemilik
dana (shahibul maal )adalah deposan
/ penabung (Hj
Siti Aminah). Pekerjaan sepenuhnya
diserahkan kepada Bank
Syariah Baitul Qiradh
sehingga perhitungan distribusi
hasil usaha dilakukan oleh bank
syariah Baitul Qiradh
sebagai pengelola dana (mudharib). Dalam
penyaluran dana, dengan prinsip
mudharabah mutlaqah,
2. kedudukan Bank
Syariah Baitul Qiradh
sebagai pemilik dana (shahibul maal)
sedangkan sebagai pengelola
dana (mudharib) adalah debitur
(H. A. Zainudin).
Pekerjaan sepenuhnya
diserahkan kepada H. A Zainudin
sehingga
perhitungandistribusi hasil usaha
dilakukan oleh H.
A. Zainudin sebagai pengelola dana.
b) Karakteristik Mudharabah
Beberapa
karakater mudharabah adalah sebaga berikut:
1. Kedua pihak
yang mengadakan kontrak
- pemilik dana
dan Mudharib akan menentukan
kapasitas baik sebagai
nasabah maupun pemilik. Di dalam akad yang tercantum pernyataan yang
harus dilakukan dua
belah pihak yang
mengadakan kontrak, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Di
dalam perjanjian tersebut
harus dinyatakan secara tersurat maupun tersirat mengenai
tujuan dari kontrak .
b. Penawaran
dan Penerimaan harus
disepakati kedua belah pihak di dalam kontrak tersebut.
c. Maksud
Penawaran dan Penerimaan
merupakan suatu kesatuan infromasi
yang sama penjelasannya. Perjanjian bisa saja
berlangsung melalui proposal tertulis
danlangsung di tandatangani,
melainkan bisa juga
dilakukan melalui surat menyurat
/ korespondensi dengan menggunakan alat Fax atau Komputer,
dan telah disahkan oleh Cendekiawan Fiqih
Islam, Organisasi KonferensiIslam.
3. Modal adalah
sejumlah uang pemilik
dana diberikan kepada Mudharib untuk
investasikan (dikelola) dalam
kegiatan usaha Mudharabah. Adapun
syarat-syarat yang tercakup dalam modal adalah sebagai berikut:
a. Jumlah modal harus harus diketahui secara
pasti termasuk jenis mata uangnya.
b. Modal
harus dalam bentuk
tunai, tidak dalam
bentuk piutang. Seandainya berbentuk
aset, menurut Jumhur Ulama Fiqh diperbolehkan asalkan
berbentuk barang niaga dan
mempunyai nilai atau
biaya historisnya pada
saat mengadakan kontrak. Bila aset tersebut berbentuk non-kas yang siap
dimanfaatkan, seperti pesawat
dan kapal, menurut madzhab
Hanbali (Imam Ahmad
bin Hanbal) diperbolehkan sebagai
modal Mudharabah asalkan Mudharib tetap
menginvestasikan semua modal
tersebut dan berbagi hasil dengan pemilik dana dalam pendapatan dari
investasi dan pada akhir jangka waktu.
c. Modal
Mudharabah hanya dapat
ditarik jangka waktu tertentu (tidak
dapat ditarik setiap
saat). Dalam mudharabah, setelah
akad mudharabah ditanda
tanganikekuasaan modal berada dalam penguasaan pengelola dana sampai
akhir akad. Sangat sederhana pola pikirnya adalah “Kapan pengelola akan
memperoleh hasil kalau modalnya ditarik setiap saat?” Ilustrasi sederhana,
misalnya tanggal 10
maret seseorang memberikan modal
sebesar Rp. 150
milyard, kemudian tanggal 12
maret dana tersebut
ditarik. Dengan waktu hanya
2 hari tersebut
pengelola tidak dapat
melakukan investasi, sehingga tidak diperoleh hasil. Disisi lain dalam
perhitungan pembagian hasil
usaha pemodal akan mendapatkan bagian
hasil usaha (karena
bank syariah mempergunakan pooling
fund, dan dihitung
dari saldorata-rata). Ini berarti
bagi hasil usaha yang diperoleh orang tersebut merupakan hal orang lain, karena
orang lain akan menjadi lebih kecil.
d.
Modal
Mudharabah langsung dibayar
kepada Mudharib. Beberapa Fuqaha
berbeda pendapat mengenai
cara realisasi pencairan dana,
yaitu dibayar langsung
dengan cara mentransfer dari
rekening pemilik dana
kepada Mudharib, atau dengan
cara lain dilaksanakan
denganmemungkinkan Mudharib untuk
memperoleh manfaat dari modal
tersebut, bagaimana pun
cara akuisisinya. Sesuai dengan
pendapat kedua, pengadaan kontrak
dapat dilaksanakan untuk keseluruhan
modal, dan pembayarannya kepada
Mudharib dapat dibuat
dalam beberapa angsuran.
4. Keuntungan adalah
jumlah yang melebihi
jumlah modal dan merupakan
tujuan Mudharabah, dengan
syarat-syarat seperti berikut
ini:
a. Keuntungan
ini haruslah berlaku bagi kedua belahpihak, dan tidak ada satu pihak pun yang
akan memilikinya
b. Haruslah
menjadi perhatian dari
kedua belah pihak,
dan tidak terdapat pihak
ketiga yang akan
turut memperoleh bagi hasil
darinya. Porsi bagi
hasil keuntungan untuk masing-masing pihak
harus disepakati bersama
pada saat perjanjian
ditandatangai. Bagi hasil Mudharib harussecara jelas dinyatakan pada saat
pengadaan kontrak dilakukan.
c. Pemilik dana
akan menanggung semua
kerugian, sebaliknya Mudharib tidak
menanggung kerugian
sedikitpun. Akan tetapi,
Mudharib harus menanggung kerugian bila
kerugian timbul dari
pelanggaran perjanjian atau
penghilangan dana tersebut.
Pembagian
keuntungan didasarkan pada nisbah yang disepakati pada awal kontrak
antara Bank (mudharib)
dengan nasabah (shahibul maal),
dan wajib dituangkan
pada perjanjian secara tertulis. Dalam bank syariah tidak ada
“special rate”, yang ada hanya “special nisbah” yang mana hal ini mempunyai arti yang sangat jauh
berbeda. Dalam special
nisbah yang diberi
hanya “porsi” pembagian keuntungan
yang berbeda dengan
nisbah umum yang berlaku
antara shahibul maal
dengan mudharib, sedangkan pendapatannya
(nominal bagi hasilnya)
sangat tergantung dengan hasil
usaha yang benar-benar
diterima oleh bank. Berikut diberikan
ilutrasi atas pemberian
nisbah khusus (special nisbah
Di
bawah ini merupakan syarat-syarat
yang harus diterapkan
dalam
usaha/pekerjaan
Mudharabah:
a. Bentuk
pekerjaan/usaha merupakan hak
khusus Mudharib, tidak ada
intervensi manajemen dari
pemilik dana. Meskipun demikian
menurut madzhab Hanbali, membolehkan adanya peran
serta/partisipasi pemilik dana dalam pekerjaan/usaha tersebut.
b. Penyedia dana
tidak harus boleh
membatasi kegiatan Mudharib, seperti
melarang Mudharib agar
tidak sukses dalam pencarian
laba/keuntungan.
c. Mudharib tidak
boleh melanggar hukum
Syari'ah Islam dalam usahanya dan
juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku.
d. Mudharib harus
mematuhi syarat-syarat yang
diajukan pemilik dana, asalkan
syarat-syarat tersebut tidak bertentangan dengan kontrak Mudharabah
tersebut.
5. Jenis
Usaha /Pekerjaan diharapkan mewakili / menggambarkan adanya kontribusi
Mudharib dalam usahanya
untuk mengembalikan / membayar modal kepada penyedia dana. Jenis
pekerjaan dalam hal
ini berhubungan dengan
masalah managemen dari pembiayaan Mudharabah itu sendiri. Di bawah
ini merupakan syarat-syarat
yang harus diterapkan
dalam usaha/pekerjaan Mudharabah:
a. Bentuk pekerjaan/usaha merupakan
hak khusus Mudharib, tidak
ada intervensi manajemen
dari pemilik dana. Meskipun
demikian menurut madzhab
Hanbali, membolehkan adanya peran serta/partisipasi pemilik dana dalam
pekerjaan/usaha tersebut.
b. Penyedia dana
tidak harus boleh
membatasi kegiatan Mudharib, seperti
melarang Mudharib agar
tidak sukses dalam pencarian
laba/keuntungan.
c. Mudharib tidak
boleh melanggar hukum
Syari'ah Islam dalam usahanya dan
juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku.
d. Mudharib
harus mematuhi syarat-syarat
yang diajukan pemilik dana,
asalkan syarat-syarat tersebut
tidak bertentangan dengan kontrak Mudharabah tersebut
Batasan kegiatan
Mudharib sehubungan dengan
dana
Mudharabah
adalah:
a. Harus
benar-benar memiliki usaha, sesuai dengan kontrak, yang merupakan
pekerjaan utama dan
cabang dari kegiatannya.
b. Pekerjaan atau
usaha yang dimiliki
harus sesuai dengan surat kuasa umum. Kesemuanya ini
merupakan pekerjaan yang tidak mempunyai
hubungannya dengan kegiatan usaha utama,
namun merupakan penunjang
dalam perlakuan investasi, seperti
perpaduan dengan dana Mudharabah dan dananya sendiri.
.
6. Pembatasan
Masa / Periode Pembiayaan Mudharabah,sebagian Fuqaha membolehkan
untuk membatasi waktu
dalam pembiayaan Mudharabah untuk selama periode tertentu, namun
sebagian lainn melarangnya karena hal itu menjadi tidak penting apabila dalam
perjanjian tersebut dinyatakan
bahwa masingmasing berhak untuk
membatalkan perjanjian kapan saja.
7. Garansi
dalam Mudharabah untuk
menunjukkan adanya tanggungjawab Mudharib
dalam mengembalikan modal
kepada pemilik dana.. Peraturan
jaminan dalam Mudharabah,
hal ini berarti bahwa
Mudharib akan bertanggung
jawab untukmengembalikan modal kepada
pemilik dana dalam hal apapun. Hal
ini tidak diperbolehkan, kepemilikan
dana oleh Mudharib sebagai suatu
kepercayaan (trust), dan
dengan demikian tidak menjamin dana
tersebut terkecuali dalam
hal pelanggaran akad oleh
mudharib. Dengan demikian
Fuqaha mengijinkan pemilik dana
untuk meminta jaminan
dari Mudharib terhadap pelanggaran atau penghilangannya,
yang disebut sebagai jaminan terhadap pelanggaran. Juga dimungkinkan bagi
peraturan sesuai madzhab Maliki, bahwa
pihak ketiga di
luar Mudharaba memberikan suatu
jaminan. Hal ini telah diterapkan di Jordania, dengan menciptakan
suatu dana agunan
risiko, dan Akademi Fiqih
Islam dari Organisasi
Konferensi Islam telah menyetujuinya, asalkan bahwa agunan
tersebut dibuatbebas atau tanpa pertimbangan apapun.
c.
Aplikasi
prinsip mudharabah
Prinsip-prinsip mudharabah
mutalaqah ini dapat
diaplikasikan dalam kegiatan usaha perbankan untuk produk tabungan
mudharabah dan deposito mudharabah
1. Tabungan
Mudharabah
Tabungan adalah
simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu.
Dalam Undang-undang nomor
21 Tahun 2008,
pasal 1 angka
23 dijelaskan
20. Simpanan
adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/ atau
UUS berdasarkan Akad
wadi'ah atau Akad lain
yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah dalam
bentuk Giro, Tabungan,
atau bentuk lainnya
yang
dipersamakan
dengan itu.
21. Tabungan
adalah Simpanan berdasarkan
Akad wadi'ah atau Investasi dana
berdasarkan Akad mudharabah
atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah yangpenarikannya hanya
dapat dilakukan menurut
syarat dan ketentuan tertentu
yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau
alat lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
Dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional
nomor 02/DSNMUI/IV/2000 tertanggal
1 April 2000
tentang Tabungan, memberikan landasan
syariah dan kententuan
tentang tabungan mudharabah
sebagai berikut:
1) Dalam transaksi
ini nasabah bertindak
sebagai shahibul mal atau pemilik dana,
dan bank bertindak
sebagai mudharib atau pengelola dana
2) Dalam
kapasitasnya sebagai mudharib,
bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain
3) Modal
harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalambentuk tunai dan bukan piutang
4) Pembagian keuntungan
harus dinyatakan dalam
bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening
5) Bank
sebagai mudharib menutup
biaya operasional tabungan dengan
menggunakan nisbah keuntungan
yang menjadi haknya
6) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah
keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan
Dalam Surat
Edaran Bank Indonesia
nomor 10/ 31
/DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal Produk Bank Syariahdan Unit Usaha
Syariah dijelaskan Tabungan Mudharabah sebagai berikut:
1. Definisi
Tabungan adalah
simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro,
dan atau alatlainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Akad Mudharabah
Transaksi penanaman
dana dari pemilik
dana (shahibul maal) kepada
pengelola dana (mudharib)
untuk melakukan kegiatan usaha tertentu
yang sesuai syariah,
dengan pembagian hasil usaha
antara kedua belah
pihak berdasarkan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya
3. Fitur Dan Mekanisme
Tabungan
atas dasar akad mudharabah
o
Bank
bertindak sebagai pengelola
dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana
(shahibul maal);
o
Pembagian keuntungan
dinyatakan dalam bentuk
nisbahyang disepakati;
o
Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat
dilakukan sesuai waktu yang disepakati;
o
Bank
dapat membebankan kepada
nasabah biaya administrasi berupa
biaya-biaya yang terkait
langsung dengan biaya pengelolaan
rekening antara lain
biayameterai, cetak laporan
transaksi dan saldo
rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan
o
Bank tidak diperbolehkan mengurangi
bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
Tabungan ini
dikelola dengan prinsip
“Mudharabah Mutlaqah”karena pengelolaan dana investasi tabungan ini sepenuhnya
diserahkan kepada mudharib. Tabungan
yang diketegorikan pada
kelompok ini yaitu tabungan
yang mempunyai batas-batas
tertentu (tidak dapat ditarik
sewaktu waktu) seperti
tabungan haji, tabungan
walimah, tabungan kurban dsb.
Tabungan mudharabah
merupakan tabungan dengan
akad mudharabah dimana pemilik
dana (shahibul maal)
mempercayakan dananya untuk dikelola
bank (mudharib) dengan
bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak
awal.
Tabungan
mudharabah ini tidak dapat diambil sewaktu-waktu. Sesuai dengan prinsip
yang digunakan, tabungan
mudharabah ini merupakan “investasi”
yang diharapkan akan
menghasilkan keuntungan, oleh karena ini modal yang diserahkan kepada
pengelola dana / mudharib
(bank) tidak boleh
ditarik sebelum akad
tersebut berakhir hal ini
disebabkan karena kelancaran
usaha yang dilakukan oleh
mudharib sehubungan dengan pengelolaan dana tersebut.
Penarikan tunai
tabungan hanya dapat
dilakukan dengan slip panarikan, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Ketentuan-ketentuan lain
yang berkaitan dengan
tabungan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
Perbandingan tabungan
mudharabah dan tabungan
wadi`ah adalah:
No
|
|
Tabungan
mudharabah
|
Tabungan
Wadiah
|
1.
|
Sifat dana
|
Investasi
|
|
2.
|
Penarikan
|
Hanya dapat dilakukan
pada periode / waktu
tententu
|
Hanya dapat dilakukan
pada periode / waktu
tententu
|
3.
|
Insentif
|
Bagi hasil
|
Bonus
|
4.
|
Pengambilan
dana
|
Tidak dijamin
dikembalikan semua
|
Dijamin dikembalikan
Semua
|
Tabel
3-1 : perbandingan wadiah dan mudharabah
Perhitungan
bagi hasil tabungan dilakukan berdasarkan besarnya dana investasi rata-rata
selama satu periode perhitunganbagi hasil, dimana dana rata-rata
tersebut dihitung dengan
menjumlahkan saldo harian setiap
tanggal dibagi dengan
hari periode perhitungan
bagi hasil. Periode perhitungan
bagi hasil tersebut
tidak harus sama dengan jumlah
hari bulan yang
bersangkutan, jumlah hari
dalam periode perhitungan bagi
hasil dihitung mulai
tanggal awal periode (satu
hari setelah tanggal tutup buku / perhitungan bagi hasilyang lalu)
sampai dengan tanggal tutup buku atau perhitungan bagi hasil.
d.
Deposito Mudharabah
Depsoito adalah
simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu menurut
perjanjian antara penyimpan
dengan
bank ybs
Jenis
deposito berjangka :
1. Deposito berjangka biasa
Deposito yang
berakhir pada jangka
waktu yang diperjanjikan, perpanjangan hanya
dapat dilakukan setelah
ada permohonan baru /
pemberitahuan dari penyimpan
2. Deposito berjangka otomatis (Automatic roll
over)
Pada
saat jatuh tempo, secara otomatis akan diperpanjang untuk jangka waktu yang
sama tanpa pemberitahuan dari penyimpan
Dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional
nomor 03/DSNMUI/IV/2000 tertanggal
01 April 2000
tentang Deposito memberikan landasan
syariah dan ketentuan
tentang deposito mudharabah
sebagai berikut :
1) Dalam transaksi
ini nasabah bertindak
sebagai shahibul maal atau pemilik
dana, dan bank
bertindak sebagai mudharib atau
pengelola dana
2) Dalam
kapasitasnya sebagai mudharib,
bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya,
dalambentuk tunai dan bukan piutang
4) Pembagian keuntungan
harus dinyatakan dalam
bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening
5) Bank sebgai
mudharib menutup biaya
operasionaldeposito dengan menggunakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6) Bank tidak
diperkenankan untuk mengurangi
nisbah keuntungan
Dalam Surat
Edaran Bank Indonesia
nomor 10/ 31
/DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal: Produk Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah dijelaskan tentang Deposito Mudharabah sebagai berikut:
1.
Definisi
Deposito adalah
simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan
perjanjian antara nasabah dengan
bank.
2. Akad Mudharabah
Transaksi penanaman
dana dari pemilik
dana (shahibul maal) kepada
pengelola dana (mudharib)
untuk melakukan kegiatan usaha tertentu
yang sesuai syariah,
dengan pembagian hasil usaha
antara kedua belah
pihak berdasarkan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya.
3. Fitur Dan Mekanisme
o
Bank
bertindak sebagai pengelola
dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana
(shahibul maal);
o
Pengelolaan
dana oleh Bank
dapat dilakukan sesuai batasan-batasan yang
ditetapkan oleh pemilik
dana (mudharabah muqayyadah) atau
dilakukan dengan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana
(mudharabah mutlaqah);
o
Dalam Akad Mudharabah
Muqayyadah harus dinyatakan secara jelas
syarat-syarat dan batasan
tertentu yang ditentukan oleh nasabah;
o
Pembagian keuntungan
dinyatakan dalam bentuk
nisbahyang disepakati;
o
Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat
dilakukan sesuai waktu yang disepakati;
o
Bank
dapat membebankan kepada
nasabah biaya administrasi berupa
biaya-biaya yang terkait
langsung dengan biaya pengelolaan
rekening antara lain
biayameterai, cetak laporan
transaksi dan saldo
rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan
o
Bank tidak diperbolehkan mengurangi
bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
Deposito
ini dijalankan dengan prinsip “Mudharabah Mutlaqah”,karena pengelolaan
dana deposito sepenuhnya
menjadi tanggung jawab mudharib (bank)
Deposito
mudharabah merupakan simpanan dana dengan akad mudharabah dimana
pemilik dana (shahibul
maal) mempercayakan dananya untuk
dikelola bank (mudharib) dengan
bagi hasil sesuai dengan
nisbah yang disepakati
sejak awal. Semua
permintaan pembukaaan Deposito Mudharabah harus
dilengkapi dengan suatu “akad / kontrak / perjanjian” yang
berisi antara lain nama dan alamat shahibul
maal, jumlah deposito,
jangka waktu, nisbah
pembagian keuntungan, cara pembayaran
bagi hasil dan
pokok pada saat
jatuh tempo serta syarat-syarat lain deposito mudharabah yang lain.
Bank wajib
memberitahukan kepada pemilik
dana mengenai nisbah dan tatacara pemberian
keuntungan dan/atau perhitungan distribusi keuntungan
serta resiko yang
dapat timbul dari
deposito tersebut Setiap tanggal
jatuh tempo deposito,
pemilik dana akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan
nisbah dari hasil investasi yang telah dilakukan oleh bank. Bagi hasil akan
diterimaoleh pemilik dana sesuai
dengan perjanjian akad
awal pada saat
penempatan deposito tersebut. Dalam
syariat Islam tidak
dipermasalahkan jika bagi hasil ditambahkan ke
pokoknya untuk kembali
diinvestasikan. Periode
penyimpanan dana ditentukan
berdasarkan periode bulanan.
Bank dapat memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (Bilyet) deposito kepada pemilik dana.
Deposito mudharabah hanya dapat ditarik sesuai dengan jatuh
waktu yang disepakati.
Atas bagi hasil yang
diterima, dikenakan Pajak Penghasilan
sesuai ketentuan yang
berlaku. Ketentuan-ketentuan lain yang
berkaitan dengan deposito
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsipsyariah.
Perhitungan bagi
hasil kepada pemilik
dana depositomudharabah dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. dilakukan
setiap ulang tanggal pembukaan deposito mudharabah dan
2. dilakukan
setiap akhir bulan
atau awal bulan
berikutnya tanpa memperhatikan tanggal
pembukaan deposito mudharabahtersebut.
1.
Perhitungan bagi hasil
deposito mudharabah dilakukan
setiap ulang tanggal pembukaan
deposito.
Apabila digambarkan
pembayaran bagi hasil
deposito
mudharabah
yang dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito,
Pembayaran
|
Periode
|
Indikasi
rate
|
koreksi
|
25 mei
|
25 April –30
April
|
10%
|
|
|
01 Mei – 25 Mei
|
10%
|
6%
|
25 juni
|
26 Mei – 30 Mei
|
6%
|
|
|
01 Juni – 25 Juni
|
6%
|
8%
|
25 juli
|
26 Juni– 30
Juni
|
8%
|
|
|
01 Juli – 25 Juli
|
8%
|
Belum diketahui dan tidak
dikoreksi
|
Tabel
3-2 : bagi hasil ulang tanggal
Dari tabel
diatas dapat dilihat
bahwa untuk bank
syariah yang membayarkan bagi
hasil deposito mudharabah dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan
deposito, bank syariah
membayarkan bagi hasil dari
pendapatan yang belum
diterima. Sesuai dengan
fatwa Dewan Syariah Nasional
nomor 14/DSN-MUI/IX/200 tanggal 16September 2000 tentang sistem distribusi
hasil usaha, pendapatan yang dibagikan adalah pendapatan yang nyata-nyata
diterima (cash basis).
1.
Perhitungan bagi
hasil deposito mudharabah
dilakukan
setiap setiap
akhir bulan (sama
dengan tutup buku
bank
syariah) atau awal bulan berikutnya
Perhitungan bagi
hasil dilakukan sampai
dengan akhir bulan
ini berbeda dengan perhitungan
bagi hasil setiap
ulang tanggal. Dalam perhitungan ini
hanya dibayarkan bagi
hasil untuk periode
tanggal pembukaan deposito sampai tanggal tutup buku saja. Untuk memberi gambaran yang jelas atas
perhitungan bagi hasil deposito mudharabah
sampai akhir
bulan ini dapat
diperhatikan gambar dibawah
dengan
contoh
deposito yang sama dengan butir sebelumnya:
Apabila digambarkan
pembayaran bagi hasil
deposito mudharabah yang dilakukan
setiap akhir bulan
atau awal bulan berikutnya adalah sebagai berikut:
Periode
|
Indikasi rate
|
Pembayaran
|
25 April – 30 April
|
10%
|
Tutup buku April / Awal Mei
|
1Mei – 30 Mei
|
6%
|
Tutup buku Mei / Awal Juni
|
26 Juni– 30 Juni
|
8%
|
Tutup buku Juni / awal Juli
|
01 Juli – 25 Juli
|
9% (misal)
|
Pada
sat jatuh tempo
belum
dibayar, baru
dibayar pada tutup
buku Juli atau awal Agustus
|
Tabel
3-3 : bagi hasil akhir bulan
Dari
tabel ini dapat dilihat bahwa bank syariah yang membayar bagi hasil setiap
akhir bulan (sama dengan tutup buku) atau awal bulan berikutnya, membayar
bagi hasil sesuai
dengan pendapatan yang diterima Pembayaran bagi hasil deposito
mudharabah setiap akhir bulan (tutup
buku) atau awal
bulan berikutnya tersebut
telah dicontohkan pada perhitungan
bagi hasil untuk
Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA) yang diatur oleh
Bank Indonesia dan dalam cara pembayaran ini tidak ada koreksi karena perbedaan
indikasi rate atau return deposito mudharabah.
Referensi:
Wiroso. 2011. Produk
Perbankan Syariah Jakarta: LPFE Usakti