Jumat, 24 Oktober 2014

Produk Penghimpunan Dana Bank Syariah




1.      Sumber Dana dengan Akad Wadiah
a.       Pengertian dan rukun Wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain,  baik  individu  maupun  badan  hukum  yang  harus  dijaga  dan dikembalikan  kapan  saja  si  penyimpan  menghendakinya.  Tujuan  dari perjanjian tersebut adalah untuk menjaga keselamatan barang itu dari kehilangan,  kemusnahan,  kecurian  dan  sebagainya.  Yang  dimaksud dengan  “barang”  disini  adalah  suatu  yang  berharga  seperti  uang, barang,  dokumen,  surat  berharga,  barang  lain  yang  berharga  disisi Islam.
Adapun  rukun  yang  harus  dipenuhi  dalam  transaksi  dengan  prinsip
wadiah adalah :
1.      Barang yang dititipkan
2.      Orang yang penitipkan / penitip
3.       Orang yang menerima titipan/ penerima titipan
4.      Ijab Qobul
b.      Jenis Wadiah
Wadiah dibedakan dalam dua jenis yaitu:
1.      wadiah yad-amanah.
wadiah yad-amanah,  titipana  dimana  penerima  titipan  tidak  boleh
memanfaatkan  barang  titipan  tersebut  sampai  diambil kembali  oleh penitip.  Untuk  memberikan  gambaran  diberikan  ilustrasi  sederhana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Amir seorang tinggal di Jakarta ingin pergi ke Bandung dengan mempergunakan  Kereta  Api.  Untuk  menuju  stasiun  Gambir Jakarta  ia  mempergunakan  sepeda  motor.  Sesampainya  di stasiun Gambir Amir kemudian menitipkan sepeda motor pada ”Tukang  Pakir”  dan  atas  penitipan  tersebut  Amir  membayar biaya  parkir.  Tukang  Parkir  harus  menjaga  amanah  dan  tidak diperkenankan untuk mempergunakan sepeda motor Amir. Contoh  diatas  merupakan  ilustrasi  wadiah  amanah,  yang  dalam perbankan  syariah  diaplikasikan  pada  produk  ”safe  deposit  Box”. Bank  syariah  tidak  diperkenankan  untuk  mempergunakan  atau mengambil  manfaat  dari  barang  yang  ada  pada  safe  deposito  box tersebut, sebagai imbalan bank syariah menerima fee.
2.      wadiah yad-dhamanah
Wadiah yad-dhamanah adalah titipan dimana barang titipan selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka  seluruhnya  menjadi  hak  penerima  titipan.  Untuk memberikan gambaran  diberikan  ilustrasi  sederhana  yang  terjadi dalam  kehidupan sehari-hari. Amir seorang tinggal di Jakarta ingin pergi ke Bandung dengan mempergunakan  Kerata  Api.  Untuk  menuju  stasiun  Gambir Jakarta  ia  mempergunakan  sepeda  motor  dan  sesampainya  di stasiun Gambir Amir kemudian menitipkan sepeda motor pada ”Tukang Pakir” dan atas penitipan sepeda motor tersebut Amir membayar  biaya  parkir.  Pada  saat  menitipkan  tersebut  kepada ”Tukang Parkir” Amir mengatakan bahwa sepeda motor  dapat dipergunakan untuk ngojek, tetapi sewaktu-waktu Amir datang untuk  mengambil  sepeda  motor  harus  ada  dan  utuh  seperti semula.Yang  menjadi  pertanyaan  :  ”apakah  Amir  sebagai pemilik  sepeda  motor  mendapat  bagian  dari  hasil  ojek  yang )dilakukan oleh tukang parkir?” dan ”Apakah tukang parkir harus membayar  imbalan  kepada  Amir  dan  bagaimana  risiko  atas sepeda  motor  tersebut”   Jawabanya  adalah  Pertama, Amir sebagai pemilik sepeda motor tidak mendapat bagian  dari hasil ojek  yang  dilakukan  oleh  tukang  parkir  (karena  titipan  dan bukan bagi hasil). Kedua tukang parkir tidak harus  memberikan imbalan kepada Amir dan semua risiko yang timbul atas sepeda motor adalah tanggung  jawab tukang parkir. Jika tukang parkir memberikan imbalan dari sebagian hasil ojek maka hal tersebut Merupakan  kebijakan  tukang parkir. Contoh  diatas  merupakan  ilustrasi  wadiah  dhamanah,  yang  dalam perbankan  syariah  diaplikasikan  untuk  produk  Giro  dan  Tabungan. Pemilik rekening giro wadiah dan pemilik rekening tabungan wadiah menitipkan  dananya  kepada  Bank  Syariah  sebagai  tukang  parkir (penerima  titipan).  Untuk  itu  pemegang  rekening  wadiah  harus membayar biaya penitipan dan Bank Syariah sebagai penerima titipan tidak  ada  kewajiban  untuk  memberikan  imbalan.  Namun atas kebijakannya  bank  syariah  dapat  memberikan  imbalan  yang  sering disebut “bonus” kepada penitip dengan syarat:
1)      Bonus  merupakan  kebijakan  (hak  prerogatif)  dari bank  sebagai penerima titipan
2)      Bonus tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlah yang diberikan, baik  dalam  prosentase  maupun  nominal  (tidak  ditetapkan dimuka).
c.       Karakteristik Wadiah
1.      Wadiah Yad Al Amanah,
a.       merupakan titipan murni,
b.       barang  yang  dititipkan  tidak  boleh  digunakan  (diambil manfaatnya) oleh penitip,
c.        sewaktu titipan dikembalikan harus dalam keadaanutuh baik nilai maupun fisik barangnya,
d.       jika  selama  dalam  penitipan  terjadi  kerusakan  maka pihak  yang  menerima  titipan  tidak  dibebani  tanggung jawab,
e.        sebagai  kompensasi  atas  tanggung  jawab  pemeliharaan dapat dikenakan biaya titipan.
2.      Wadiah Yad Ad Dhamanah
a.       Merupakan pengembangan dari Wadi’ah Yad Al Amanah yang disesuaikan dengan aktifitas perekonomian.
b.      Penerima  titipan  diberi  izin  untuk  menggunakan  dan mengambil manfaat dari titipan tersebut (tidak idle).  Penyimpan  mempunyai  kewajiban  untuk  bertanggung jawab terhadap kehilangan / kerusakan barang tersebut. 
c.       Semua  keuntungan  yang  diperoleh  dari  titipan  tersebut menjadi hak penerima titipan.
d.       Sebagai  imbalan  kepada  pemilik  barang  /  dana  dapat diberikan  semacam  insentif  berupa  bonus,  yang  tidakdisyaratkan sebelumnya.
e.        Penerima titipan dalam transaksi wadiah dapat:    
                                                                       
1)      meminta ujrah (imbalan) atas penitipan barang/uang tersebut; dan
2)       memberikan bonus kepada penitip dari hasil pemanfaatan barang/uang titipan (wadiah yad-dhamanah) namun tidak boleh diperjanjikan sebelumnya dan besarnya tergantung pada kebijakan penerima titipan.
Sedangkan  dalam  Pedoman  Akuntansi  Perbankan  Syariah
Indonesia  (PAPSI)  dijelaskan  karakteristisk  wadiah  (PAPSI,  2003,  h
IV.148) sebagai berikut:
1)      Giro  wadiah adalah  titipan  pihak  ketiga  pada  bank  syariah  yang penarikannya  dapat  dilakukan  setiap  saat  dengan  menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau  dengan  cara  pemindahbukuan.  Termasuk  didalamnya  giro wadiahyang diblokir untuk tujuan tertentu misalnya dalamrangka escrow account, giro yang diblokir oleh yang berwajib karena suatu perkara.
2)      Tabungan  wadiah adalah  titipan  pihak  ketiga  pada  bank  syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati  dengan  kuitansi,  kartu  ATM,  sarana  perintah  pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
3)      Atas  bonus  simpanan  wadiah dikenakan  pajak  sesuai  dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku.

Dalam  prinsip  wadiah,  baik  tabungan  wadiah  maupun  giro wadiah tidak diperkenankan cerukan (overdraft), yaitu penarikan yang melebihi  saldo  yang  dimilikinya.  Umumnya  pada  bank  konvensional cerukan merupakan fasilitas yang diberikan kepada nasabah dan bank mengenakan  bunga  yang  lebih  tinggi  dari  bunga  kredit  bank.  Untuk memberikan  gambaran  ilutrasi  cerukan  tidak  diperkenankan  dalam bank syariah.
d.      Aplikasi wadiah dalam perbankan syariah
Prinsip  wadiah  dalam  perbankan  adalah  diaplikasikan untuk produk  tabungan  wadiah  dan  giro  wadiah  yang  secara  rinci  akan dibahas dalam butir berikut ini.
1)      Giiro Wadiah
Dalam  Undang-undang  no  10  tahun  1998,  pasal  1  ayait 6
disebutkan  yang  dimaksud  dengan  giro  adalah  simpanan  yang penarikannya dapat  dilakukan  setiap  saat  dengan  menggunakan  cek, bilyet  giro,  sarana  perintah  pembayaran  lainnya  atau  dengan  cara pemindahbukuan.
Dalam  Undang-undang  nomor  21  Tahun  2008,  pasal  1 menjelaskan   Simpanan  adalah  dana  yang  dipercayakan  oleh  Nasabah kepada  Bank  Syariah  dan/  atau  UUS  berdasarkan  Akad wadi'ah  atau  Akad  lain  yang  tidak  bertentangan  dengan Prinsip  Syariah  dalam  bentuk  Giro,  Tabungan,  atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
 Giro  adalah  Simpanan  berdasarkan  Akad  wadi'ah  atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang  penarikannya  dapat  dilakukan  setiap  saat  dengan menggunakan  cek,  bilyet  giro,  sarana  perintah pembayaran  lainnya, atau perintah pemindahbukuan.


Dalam  Fatwa  Dewan  Syariah  Nasional  ditetapkan  ketentuan tentang Giro Wadiah (Fatwa,2006) sebagai berikut:
1.  Bersifat titipan
2.  Titipan bisa diambil kapan saja (on call)
3.  Tidak  ada  imbalan  yang  disyaratkan,  kecuali  dalam  bentuk pemberian (athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Karakteristik dari giro wadiah antara lain:
1.      harus  dikembalikan  utuh  seperti  semula  sejumlah  barang  yang dititipan sehingga tidak boleh overdraft (cerukan)
2.       dapat dikenakan biaya titipan
3.      dapat diberikan syarat tertentu untuk keselamatan barang titipan misalnya dengan cara menetapkan saldo minimum Penarikan giro wadi`ah  dilakukan  dengan  cek  dan  bilyet  giro sesuai ketentuan yang berlaku.  Jenis  dan  kelompok  rekening  sesuai  ketentuan  yang  berlaku dalam  kegiatan  usaha  bank  sepanjang  tidak  bertentang  dengan syariah
4.      Dana wadi’ah hanya dapat digunakan seijin penitip
Dalam  Surat  Edaran  Bank  Indonesia  nomor   10/  31  /DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal: Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dijelaskan giro wadiah diatur sebagai berikut:
1.  Definisi
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat  dengan  menggunakan  cek/bilyet  giro,  sarana  perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan
2.  Akad Wadiah
Transaksi  penitipan  dana  atau  barang  dari  pemilik  kepada
penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan  untuk  mengembalikan  dana  atau  barang  titipan sewaktu-waktu
3.  Fitur dan Mekanisme
Giro atas dasar akad wadiah
·         Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana;
·          Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah;
·          Bank  dapat  membebankan  kepada  nasabah  biaya administrasi  berupa  biaya-biaya  yang  terkait  langsung dengan  biaya  pengelolaan  rekening  antara  lain  biayacek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening;
·           Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan
·         Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah
Ketentuan Giro Wadiah tidak berbeda dengan ketentuan tentang pengelolaan Rekening Giro Bank Konvensional yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain:
a.       PBI  nomor  8/29/PBI/2006  tentang  Daftar  Hitam  nasional Penarikan  Cek  dan/atau  Bilyet  Giro  Kosong  yang  didalamnya membahas tentang pengelolaan rekening giro
1. Pengertian (Pasal 1)
1.      Rekening  Giro  adalah  rekening  giro  rupiah  yang dananya  dapat  ditarik  setiap  saat  dengan menggunakan  Cek  dan/atau  Bilyet  Giro,  sarana perintah  pembayaran  lainnya,  atau  dengan pemindahbukuan.
2.       Rekening  Khusus  adalah  rekening  yang  khusus dibuka  dan  disediakan  oleh  Bank  Tertarik  untuk Penarik  yang  Rekening  Gironya  ditutup  atas permintaan  sendiri  atau  karena  dikenakan  sanksi setelah  dicantumkannya  identitas  Pemilik  Rekening dalam daftar hitam nasional yang berlaku, dan hanyadapat  digunakan  untuk  menampung  dana  guna memenuhi kewajiban pembayaran atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar.
2.Pembukaan Rekening
b.      Pasal 2 menyebutkan sebagai berikut:
1.      Rekening  Giro  hanya  dapat  dibuka  untuk Nasabah  berdasarkan  adanya  Perjanjian Pembukaan  Rekening  Giro  antara  Nasabah dengan  Bank. 
2.       Pembukaan  Rekening  Giro sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  harus dilengkapi  dengan  data  dan/atau  informasi Nasabah.
3.       Rekening  Giro  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (1)  dapat  dibagi  menjadi  3  (tiga)  jenis Rekening  Giro  berdasarkan  Nasabah  yang melakukan  Perjanjian  Pembukaan  Rekening Giro, yaitu:
a.       Rekening Giro perorangan;
b.      Rekening Giro badan;
c.        Rekening Giro Gabungan.
4.      Perjanjian  Pembukaan  Rekening  Giro sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  paling kurang berisi klausula-klausula yang ditetapkan oleh  Bank  Indonesia.  (5)  Ketentuan  lebih lanjut  mengenai  pembukaan  Rekening  Giro sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan klausula-klausula  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (4)  diatur  dengan  Surat  Edaran  Bank Indonesia.
c.       Pasal 3 menyebutkan sebagai berikut:
1)      Bank  dapat  memberikan Cek  dan/atau  Bilyet Giro  kepada  Nasabah  yang  telah  memenuhi persyaratan dalam pembukaan Rekening Giro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
2)      Bank  harus  membuat  tata  usaha  atas  Cek dan/atau  Bilyet  Giro  yang  telah  diberikan kepada  Nasabah  yang  telah  menjadi  Pemilik Rekening  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1).
3)       Kewajiban Penyediaan Dana
d.      Pasal 4 menyebutkan sebagai berikut:
1)       Penarik  wajib  telah  menyediakan  Dana  yang cukup  dalam  Rekening  Gironya  pada  Bank Tertarik, dengan ketentuan:
a)      Untuk Cek pada saat diunjukkan kepada Bank Tertarik; atau
b)      Untuk  Bilyet  Giro  sejak  tanggal  efektif sampai dengan tanggal daluwarsa.
2)       Ketentuan  tentang  kewajiban  penyediaan Dana  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) tidak berlaku untuk:
a)       Bilyet  Giro  yang  diunjukkan  sebelum Tanggal Efektif;
b)       Cek  dan/atau  Bilyet  Giro  yang dibatalkan  oleh  Penarik  setelah  tanggal berakhirnya  Tenggang  Waktu Pengunjukan; dan/atau
c)       Cek  dan/atau  Bilyet  Giro  yang diunjukkan telah daluwarsa.
3)      Ketentuan  mengenai  kewajiban  penyediaan Dana  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) untuk Cek dan/atau Bilyet Giro yang diblokir pembayarannya  diatur  dengan  Surat  Edaran Bank Indonesia.
e.       Pasal 5 menyebutkan sebagai berikut:
a)      Pembatalan  Cek  dan/atau  Bilyet  Giro  oleh Penarik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b hanya dapat dilakukan secara tertulis.
b)      Tata cara pembatalan Cek dan/atau Bilyet Giro oleh  Penarik  diatur  lebih  lanjut  dengan  Surat Edaran Bank Indonesia.
4)      Penutupan Rekening Giro
f.       Pasal 6 menyebutkan sebagai berikut:
1)       Dalam hal Rekening Giro ditutup, baik karena permintaan  sendiri  maupun  sebab  lain,  Bank wajib mensyaratkan kepada Pemilik Rekening untuk:
a.        Mengembalikan  sisa  blanko  Cek dan/atau  Bilyet  Giro  yang  belum digunakan;
b.        Menyediakan  Dana  yang  cukup  pada Rekening  Khusus  jika  terdapat  Cek dan/atau  Bilyet  Giro  yang  masih beredar; dan
c.        Menyerahkan  surat  pernyataan  di  atas meterai yang cukup, yang paling kurang memuat pernyataan bahwa:
1.       semua  kewajiban  Pemilik Rekening  berkaitan  dengan penggunaan  Cek  dan/atau  Bilyet Giro  telah  diselesaikan  dengan baik;
2.       tidak terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro Pemilik Rekening yang masih beredar  di  masyarakat  sepanjang Pemilik  Rekening  memastikan tidak terdapat Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar; dan
3.      Pemilik  Rekening  bersedia identitasnya  dicantumkan  atau dicantumkan  kembali  ke  dalam DHN, apabila ternyata dikemudianhari masih terdapat penarikan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria DHN.
4.       Kewajiban  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)  huruf  c  tidak  berlaku  untuk  Pemilik Rekening yang:
a.        tidak pernah memperoleh Cek dan/atau Bilyet Giro dari Bank Tertarik; atau
b.      memperoleh  Cek  dan/atau  Bilyet  Giro
c.       namun  seluruhnya  telah  kembali  ke dalam tata usaha Bank Tertarik.
5.       Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai penutupan  Rekening  Giro  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  diatur  dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
3.Pembukaan dan Penutupan Rekening Khusus
a.       Pasal 7 menyebutkan sebagai berikut:
1)       Dalam  hal  Rekening  Giro  ditutup  karena permintaan  sendiri  maupun  sebab  lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), sedangkan  Pemilik  Rekening  masih  memiliki kewajiban  pembayaran  atas  Cek  dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar, Bank Tertarik wajib  langsung  membuka  Rekening  Khusus
2)      untuk  menyelesaikan  kewajiban  pembayaran dimaksud.
3)        Dalam  hal  Rekening  Giro  ditutup,  namun masih  terdapat  sisa  Dana  dan  tidak  terdapat kewajiban  untuk  melakukan  pembayaran  atas Cek dan/atau Bilyet Giro yang masih beredar,
maka penyelesaian sisa Dana diserahkan pada kebijakan Bank Tertarik.
a. Pasal 8 menyebutkan sebagai berikut:
1)      Bank  wajib  menutup  Rekening  Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) jika kewajiban terhadap seluruh Cek dan/atau Bilyet  Giro  yang  masih  beredar  telah diselesaikan.
2)       Penutupan  Rekening  Khusus  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  diberitahukan  secara tertulis oleh Bank kepada Pemilik Rekening.

1.  Jenis dan Persyaratan Pembukaan Rekening Giro
Rekening  Giro  dapat  dibagi  menjadi  3  (tiga)  jenis berdasarkan  Nasabah  yang  melakukan  Perjanjian Pembukaan Rekening Giro, yaitu:
1.      Rekening Giro Perorangan
Rekening  Giro  perorangan  adalah  Rekening Giro atas nama perorangan yang dibuka oleh orang-perorangan   termasuk  individu  yang memiliki usaha seperti toko, restoran, bengkel, dan/atau warung.
2.      Rekening Giro Badan
Rekening  Giro  badan  adalah  Rekening  Giro atas  nama  instansi  pemerintah/lembaga negara,  organisasi  masyarakat  dan  sejenisnya, badan usaha dan/atau badan hukum, termasuk didalamnya Bank dan Bank Perkreditan  Rakyat.  Contoh  Rekening  Giro badan antara lain Rekening Giro yang dibuka oleh  badan  usaha  atau  badan  hukum  yang diatur  dalam  Kitab  Undang-Undang  Hukum Dagang (KUHD) atau peraturan perundangan lainnya,  seperti  Perseroan  Terbatas  (PT), Yayasan,  Firma,  atau  Commanditaire Vennootschap (CV).
3.      Rekening Giro Gabungan (joint account)
Rekening  Giro  Gabungan  adalah  Rekening Giro yang dimiliki oleh lebih dari satu Pemilik Rekening,  yang  dapat  terdiri  dari  gabungan badan, orang pribadi, dan/atau campuran dari keduanya.
2. Kewajiban Penyediaan Dana
Penarik  wajib  menyediakan  Dana  yang  cukup  dalam Rekening Gironya pada Bank Tertarik, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Kewajiban penyediaan Dana untuk Cek
1)      Penarik  Cek  wajib  menyediakan  Dana  yang cukup  pada  Rekening  Gironya  pada  saat  Cek diunjukkan kepada Bank Tertarik.
2)       Kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf a  termasuk  pula  penyediaan  Dana  atas Pengunjukan  Cek  yang  dilakukan  sebelum Tanggal Penarikan (post dated cheque).
3)      Dalam  hal  Pengunjukan  Cek  sebagaimana dimaksud  dalam  huruf  a  dan  huruf  b  tidak didukung  Dana  yang  cukup  atau  Rekening telah  ditutup,  maka  Penarikan  tersebut dikategorikan sebagai Penarikan Cek Kosong.
4)      Dana dianggap tersedia apabila pada saat Cek diunjukkan  Dana  tersebut  telah  efektif  dalam Rekening Giro Pemilik Rekening.
b.      Penarik wajib menyediakan Dana untuk Bilyet Giro mulai  Tanggal  Efektif  sampai  dengan  tanggal daluwarsa  sepanjang  Bilyet  Giro  tersebut  tidak dibatalkan  oleh  Penarik  setelah  berakhirnya Tenggang  Waktu  Pengunjukan.  Dalam  hal Pengunjukan  Bilyet  Giro  tersebut  tidak  didukung Dana yang cukup atau Rekening telah ditutup, maka Penarikan  tersebut  dikategorikan  sebagai  Penarikan Bilyet Giro Kosong.


c.        Penarik tidak diwajibkan menyediakan Dana, jika:
1)      Bilyet  Giro  diunjukkan  sebelum  Tanggal Efektif.  
2)       Cek  dan/atau  Bilyet  Giro  dibatalkan  oleh Penarik  setelah  tanggal  berakhirnya  Tenggang Waktu Pengunjukan.
3)      Cek  dan/atau  Bilyet  Giro  hapus  karena daluwarsa  yaitu  setelah  waktu  6  (enam)  bulan terhitung  sejak  berakhirnya  Tenggang  Waktu Pengunjukan.
3.Penutupan  Rekening  Giro  atas  Permintaan  Sendiri atau Berdasarkan Ketentuan Internal Bank
Dalam  hal  Rekening  Giro  ditutup  karena  adanya permintaan  sendiri  Pemilik  Rekening  atau  adanya ketentuan  internal  Bank  yang  bersangkutan, hal-hal  yang wajib dilakukan oleh Bank dan Pemilik Rekening adalah:
a.  Kewajiban Bank
1)      Bank wajib meneliti data Pemilik Rekening dan memastikan  sisa  blanko  Cek  dan/atau  Bilyet Giro  yang  tidak  dipergunakan  oleh  Pemilik Rekening.
2)       Bank  wajib  meminta  kembali  seluruh  blanko Cek  dan/atau  Bilyet  Giro  yang  tidak dipergunakan oleh Pemilik Rekening.
3)       Dalam  hal  terdapat  Cek  dan/atau  Bilyet  Giro yang masih beredar, maka Bank wajib:
2.Sumber Dana dengan Akad Wadiah
a)      Pengertian dan Rukun Mudharabah
Istilah  “mudharabah”  merupakan  istilah  yang  paling  banyak digunakan  oleh  bank-Bank  Islam.  Prinsip  ini  juga  dikenal  sebagai “qiradh”  atau  “muqaradah”.  Mudharabah  adalah  perjanjian  atas  suatu jenis  perkongsian,  dimana  pihak  pertama  (shahib al’mal)  menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha.  Hasil  usaha  dibagikan  sesuai  dengan  nisbah  (porsi  bagi  hasil) yang  telah  disepakati  bersama  secara  awal,  maka  kalau  rugi  shahib al’mal  akan  kehilangan  sebagian  imbalan  dari  kerja  keras  dan
managerial skil selama proyek berlangsung.
Mudharabah disebut juga  Qiradh yang berarti “memutuskan”. Tujuan  akad  mudharabah  adalah  supaya  ada  kerjasama kemitraan  antara  pemilik  harta  (modal)  yang  tidak  ada  pengalaman dalam perniagaan / perusahaan atau tidak ada peluang untuk berusaha sendiri  dalam  lapangan  perniagaan,  perindustrian  dan  sebagainya dengan  orang  berpengalaman  di  bidang  tersebut  tapi  tidak  punya modal. Ini merupakan suatu langkah untuk menghindari penyia-nyiaan modal  pemilik  harta  dan  menyia-nyiakan  keahlian  tenaga  ahli  yang tidak mempunyai modal untuk memanfaatkan keahlian mereka. Mudharabah  adalah  suatu  kerjasama  kemitraan  yang  terdapat pada zaman jahiliah yang diakui Islam. Diantara orang yang melakukan kegiatan  mudharabah  ialah  Nabi  Muhammad  s.a.w.  sebelum  beliau menjadi rasul, beliau ber mudharabah dengan calon istrinya, Khadijah dalam  melakukan  perniagaan  antara  negeri  Mekkah  dengan  Sham (Syria).  Hati  Khadijah  tertarik  dengan  sifat-sifat  amanah,  jujur  dan kebijaksanaan  Muhammad  dalam  perniagaan  dengan  mendapat keuntungan  berlipat  ganda,  akhirnya  mereka  dijodohkan  oleh  Allah S.W.T.  sebagai  suami  istri  yang  dikaruniakan  dengan zuriat  yang sholeh.  Muhammad  terus  berdagang  hingga  menjelang  saat  beliau dilantik Allah S.W.T menjadi Rasul.
Dalam  transaksi  dengan  prinsip  mudharabah  harus  dipenuhi
rukun mudharabah yaitu:
1.  Shahibul maal / Rabulmal(pemilik dana / nasabah)
2.  Mudharib (pengelola dana/ pengusaha / bank)
3.  Amal ( Usaha / pekerjaan)
4.  Ijab Qabul
Dilihat  dari  segi  kuasa  yang  diberikan  kepada  pengusaha,
mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1)      Mudharabah  Muthlaqah,  yaitu  pihak  pengusaha  “diberi  kuasa penuh  untuk  menjalankan  proyek  tanpa  larangan  /  gangguan apapun”  urusan  yang  berkaitan  dengan  proyek  itu  dan tidak terikat  dengan  waktu,  tempat,  jenis,  perusahaan  dan pelanggan. Mudharabah  Mutlaqah  ini  pada  usaha  perbankan  syariah diaplikasikan  pada  tabungan,  dan  deposito.  Mudharabah Mutlaqah dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah diterjemahkan menjadi Investasi Tidak Terikat dan dalam PSAK syariah  yang  baru  disempurnakan  menjadi  Dana  Syirkah Temporer.
2)      Mudharabah  Muqaidah  /  Muqayyadah (Investasi  Terikat)  yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi / memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti misalnya
a)      hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu dan tempat yang tertentu saja,
b)      Bank  dilarang  mencampurkan  rekening  Investasi  Terikat dengan  dana  bank  atau  dana  rekening  lainnya  pada  saat investasi.
c)      Bank  dilarang  untuk  investasi  dananya  pada  transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin atau tanpa jaminan.
d)     Bank diharuskan melakukan investasi sendiri (tidak melalui pihak ketiga).
Disamping  itu  ada  jenis  bentuk  lain  mudharabah,  yaitu mudharabah  musytarakah  yaitu   mudharabah  dimana  pengelola  dana menyertakan  modal  atau  dananya  dalam  kerjasama  investasi.  Akad mudharabah  musytarakah  merupakan  perpaduan  akan  mudharabah dan akan musyarakah. Dalam  transaksi  mudharabah  Bank  Syariah  bisa  bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan dapat bertindak sebagai pemilik dana  (shahibull  maal).
1.      Dalam penghimpunan dana, dengan prinsip  mudharabah mutlaqah(Dalam  PSAK  59  disebut  dengan  Investasi  Tidak  Terikat  dan dalam  PSAK  syariah  yang  baru  diganti  dengan  Dana  Syirkah Temporer),  kedudukan  Bank  Syariah   Baitul  Qiradh  sebagai pengelola  dana  (mudharib)  sedangkan  sebagai  pemilik  dana (shahibul  maal )adalah  deposan  /  penabung  (Hj  Siti  Aminah). Pekerjaan  sepenuhnya  diserahkan  kepada  Bank  Syariah Baitul Qiradh  sehingga  perhitungan  distribusi  hasil  usaha  dilakukan oleh  bank  syariah  Baitul  Qiradh  sebagai  pengelola  dana (mudharib).  Dalam  penyaluran  dana, dengan  prinsip  mudharabah mutlaqah,
2.      kedudukan  Bank  Syariah  Baitul  Qiradh  sebagai  pemilik  dana (shahibul  maal)  sedangkan  sebagai  pengelola  dana  (mudharib) adalah  debitur  (H.  A.  Zainudin).  Pekerjaan  sepenuhnya diserahkan  kepada  H.  A  Zainudin  sehingga  perhitungandistribusi  hasil  usaha  dilakukan  oleh  H.  A.  Zainudin  sebagai pengelola dana.
b)     Karakteristik Mudharabah
Beberapa karakater mudharabah adalah sebaga berikut:
1.      Kedua  pihak  yang  mengadakan  kontrak  -  pemilik  dana  dan Mudharib  akan  menentukan  kapasitas  baik  sebagai  nasabah maupun pemilik. Di dalam akad yang tercantum pernyataan yang harus  dilakukan  dua  belah  pihak  yang  mengadakan  kontrak, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.        Di  dalam  perjanjian  tersebut  harus  dinyatakan  secara tersurat maupun tersirat mengenai tujuan dari kontrak .
b.       Penawaran  dan  Penerimaan  harus  disepakati  kedua  belah pihak di dalam kontrak tersebut.
c.        Maksud  Penawaran  dan  Penerimaan  merupakan  suatu kesatuan  infromasi  yang  sama  penjelasannya.  Perjanjian bisa  saja  berlangsung  melalui  proposal  tertulis  danlangsung  di  tandatangani,  melainkan  bisa  juga  dilakukan melalui  surat  menyurat  /  korespondensi  dengan menggunakan alat Fax atau Komputer, dan telah disahkan oleh  Cendekiawan  Fiqih  Islam,  Organisasi  KonferensiIslam.
3.      Modal  adalah  sejumlah  uang  pemilik  dana  diberikan  kepada Mudharib  untuk  investasikan  (dikelola)  dalam  kegiatan  usaha Mudharabah.  Adapun  syarat-syarat  yang  tercakup dalam  modal adalah sebagai berikut:
a.        Jumlah modal harus harus diketahui secara pasti  termasuk jenis mata uangnya.
b.       Modal  harus  dalam  bentuk  tunai,  tidak  dalam  bentuk piutang.  Seandainya  berbentuk  aset,  menurut  Jumhur Ulama Fiqh diperbolehkan asalkan berbentuk barang niaga dan  mempunyai  nilai  atau  biaya  historisnya  pada  saat mengadakan kontrak. Bila aset tersebut berbentuk non-kas yang  siap  dimanfaatkan,  seperti  pesawat  dan  kapal, menurut  madzhab  Hanbali  (Imam  Ahmad  bin  Hanbal) diperbolehkan  sebagai  modal  Mudharabah  asalkan Mudharib  tetap  menginvestasikan  semua  modal  tersebut dan berbagi hasil dengan pemilik dana dalam pendapatan dari investasi dan pada akhir jangka waktu.
c.        Modal  Mudharabah  hanya  dapat  ditarik  jangka  waktu tertentu  (tidak  dapat  ditarik  setiap  saat).  Dalam mudharabah,  setelah  akad  mudharabah  ditanda  tanganikekuasaan modal berada dalam penguasaan pengelola dana sampai akhir akad. Sangat sederhana pola pikirnya adalah “Kapan pengelola akan memperoleh hasil kalau modalnya ditarik setiap saat?” Ilustrasi  sederhana,  misalnya  tanggal  10  maret  seseorang memberikan  modal  sebesar  Rp.  150  milyard,  kemudian tanggal  12  maret  dana  tersebut  ditarik.  Dengan  waktu hanya  2  hari  tersebut  pengelola  tidak  dapat  melakukan investasi, sehingga tidak diperoleh hasil. Disisi lain dalam perhitungan  pembagian  hasil  usaha  pemodal  akan mendapatkan  bagian  hasil  usaha  (karena  bank  syariah mempergunakan  pooling  fund,  dan  dihitung  dari  saldorata-rata). Ini berarti bagi hasil usaha yang diperoleh orang tersebut merupakan hal orang lain, karena orang lain akan menjadi lebih kecil.
d.       Modal  Mudharabah  langsung  dibayar  kepada  Mudharib. Beberapa  Fuqaha  berbeda  pendapat  mengenai  cara realisasi  pencairan  dana,  yaitu  dibayar  langsung  dengan cara  mentransfer  dari  rekening  pemilik  dana  kepada Mudharib,  atau  dengan  cara  lain  dilaksanakan  denganmemungkinkan  Mudharib  untuk  memperoleh  manfaat dari  modal  tersebut,  bagaimana  pun  cara  akuisisinya. Sesuai  dengan  pendapat kedua,  pengadaan  kontrak  dapat dilaksanakan  untuk  keseluruhan  modal,  dan pembayarannya  kepada  Mudharib  dapat  dibuat  dalam beberapa angsuran.
4.      Keuntungan  adalah  jumlah  yang  melebihi  jumlah  modal  dan merupakan  tujuan  Mudharabah,  dengan  syarat-syarat  seperti berikut ini:
a.       Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua belahpihak, dan tidak ada satu pihak pun yang akan memilikinya
b.       Haruslah  menjadi  perhatian  dari  kedua  belah  pihak,  dan tidak  terdapat  pihak  ketiga  yang  akan  turut  memperoleh bagi  hasil  darinya.  Porsi  bagi  hasil  keuntungan  untuk masing-masing  pihak  harus  disepakati  bersama  pada  saat perjanjian ditandatangai. Bagi hasil Mudharib harussecara jelas dinyatakan pada saat pengadaan kontrak dilakukan.
c.       Pemilik  dana  akan  menanggung  semua  kerugian, sebaliknya  Mudharib  tidak  menanggung  kerugian sedikitpun.  Akan  tetapi,  Mudharib  harus  menanggung kerugian  bila  kerugian  timbul  dari  pelanggaran  perjanjian atau penghilangan dana tersebut.

Pembagian keuntungan didasarkan pada nisbah yang disepakati pada  awal  kontrak  antara  Bank  (mudharib)  dengan  nasabah (shahibul  maal),  dan  wajib  dituangkan  pada  perjanjian  secara tertulis. Dalam bank syariah tidak ada “special rate”, yang ada hanya “special nisbah” yang mana hal ini mempunyai  arti yang sangat  jauh  berbeda.  Dalam  special  nisbah  yang  diberi  hanya “porsi”  pembagian  keuntungan  yang  berbeda  dengan  nisbah umum  yang  berlaku  antara  shahibul  maal  dengan  mudharib, sedangkan  pendapatannya  (nominal  bagi  hasilnya)  sangat tergantung  dengan  hasil  usaha  yang  benar-benar  diterima  oleh bank. Berikut  diberikan  ilutrasi  atas  pemberian  nisbah  khusus  (special nisbah
Di bawah ini  merupakan  syarat-syarat  yang  harus  diterapkan  dalam
usaha/pekerjaan Mudharabah:
a.        Bentuk  pekerjaan/usaha  merupakan  hak  khusus Mudharib,  tidak  ada  intervensi  manajemen  dari  pemilik dana.  Meskipun  demikian  menurut  madzhab  Hanbali, membolehkan adanya peran serta/partisipasi pemilik dana dalam pekerjaan/usaha tersebut.
b.      Penyedia  dana  tidak  harus  boleh  membatasi  kegiatan Mudharib,  seperti  melarang  Mudharib  agar  tidak  sukses dalam pencarian laba/keuntungan.
c.       Mudharib  tidak  boleh  melanggar  hukum  Syari'ah  Islam dalam usahanya dan juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku.
d.      Mudharib  harus  mematuhi  syarat-syarat  yang  diajukan pemilik  dana,  asalkan  syarat-syarat  tersebut  tidak bertentangan dengan kontrak Mudharabah tersebut.
5.      Jenis Usaha /Pekerjaan diharapkan mewakili / menggambarkan adanya  kontribusi  Mudharib  dalam  usahanya  untuk mengembalikan / membayar modal kepada penyedia dana. Jenis pekerjaan  dalam  hal  ini  berhubungan  dengan  masalah managemen dari pembiayaan Mudharabah itu sendiri. Di bawah ini  merupakan  syarat-syarat  yang  harus  diterapkan  dalam usaha/pekerjaan Mudharabah:
a.       Bentuk  pekerjaan/usaha  merupakan  hak  khusus Mudharib,  tidak  ada  intervensi  manajemen  dari  pemilik dana.  Meskipun  demikian  menurut  madzhab  Hanbali, membolehkan adanya peran serta/partisipasi pemilik dana dalam pekerjaan/usaha tersebut.
b.      Penyedia  dana  tidak  harus  boleh  membatasi  kegiatan Mudharib,  seperti  melarang  Mudharib  agar  tidak  sukses dalam pencarian laba/keuntungan.
c.       Mudharib  tidak  boleh  melanggar  hukum  Syari'ah  Islam dalam usahanya dan juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku.
d.       Mudharib  harus  mematuhi  syarat-syarat  yang  diajukan pemilik  dana,  asalkan  syarat-syarat  tersebut  tidak bertentangan dengan kontrak Mudharabah tersebut
Batasan  kegiatan  Mudharib  sehubungan  dengan  dana
Mudharabah adalah:
a.       Harus benar-benar memiliki usaha, sesuai dengan kontrak, yang  merupakan  pekerjaan  utama  dan  cabang  dari kegiatannya.
b.      Pekerjaan  atau  usaha  yang  dimiliki  harus  sesuai  dengan surat kuasa umum. Kesemuanya ini merupakan pekerjaan yang  tidak  mempunyai  hubungannya  dengan  kegiatan usaha  utama,  namun  merupakan  penunjang  dalam perlakuan  investasi,  seperti  perpaduan  dengan  dana Mudharabah dan dananya sendiri.
.

6.      Pembatasan Masa / Periode Pembiayaan Mudharabah,sebagian Fuqaha  membolehkan  untuk  membatasi  waktu  dalam pembiayaan Mudharabah untuk selama periode tertentu, namun sebagian lainn melarangnya karena hal itu menjadi tidak penting apabila  dalam  perjanjian  tersebut  dinyatakan  bahwa  masingmasing berhak untuk membatalkan perjanjian kapan saja.
7.       Garansi  dalam  Mudharabah  untuk  menunjukkan  adanya tanggungjawab  Mudharib  dalam  mengembalikan  modal  kepada pemilik  dana..  Peraturan  jaminan  dalam  Mudharabah,  hal  ini berarti  bahwa  Mudharib  akan  bertanggung  jawab  untukmengembalikan modal kepada pemilik dana dalam hal apapun. Hal  ini  tidak  diperbolehkan,  kepemilikan  dana  oleh  Mudharib sebagai  suatu  kepercayaan  (trust),  dan  dengan  demikian  tidak menjamin  dana  tersebut  terkecuali  dalam  hal  pelanggaran  akad oleh  mudharib.  Dengan  demikian  Fuqaha  mengijinkan  pemilik dana  untuk  meminta  jaminan  dari  Mudharib  terhadap pelanggaran atau penghilangannya, yang disebut sebagai jaminan terhadap pelanggaran. Juga dimungkinkan bagi peraturan sesuai madzhab  Maliki,  bahwa  pihak  ketiga  di  luar  Mudharaba memberikan suatu jaminan. Hal ini telah diterapkan di Jordania, dengan  menciptakan  suatu  dana  agunan  risiko,  dan  Akademi Fiqih  Islam  dari  Organisasi  Konferensi  Islam  telah menyetujuinya, asalkan bahwa agunan tersebut dibuatbebas atau tanpa pertimbangan apapun.
c.       Aplikasi prinsip mudharabah
Prinsip-prinsip  mudharabah  mutalaqah  ini  dapat  diaplikasikan dalam kegiatan usaha perbankan untuk produk tabungan mudharabah dan deposito mudharabah
1.      Tabungan Mudharabah
Tabungan  adalah  simpanan  yang  penarikannya  hanya  dapat dilakukan  menurut  syarat  tertentu  yang  disepakati,  tetapi  tidak  dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu. Dalam  Undang-undang  nomor  21  Tahun  2008,  pasal  1  angka  23 dijelaskan
20.  Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah      dan/  atau  UUS  berdasarkan  Akad  wadi'ah  atau Akad  lain  yang  tidak  bertentangan  dengan  Prinsip  Syariah dalam  bentuk  Giro,  Tabungan,  atau  bentuk  lainnya  yang
dipersamakan dengan itu.
21.  Tabungan  adalah  Simpanan  berdasarkan  Akad  wadi'ah  atau Investasi  dana  berdasarkan  Akad  mudharabah  atau  Akad  lain yang  tidak  bertentangan  dengan  Prinsip  Syariah  yangpenarikannya  hanya  dapat  dilakukan  menurut  syarat  dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Dalam  Fatwa  Dewan  Syariah  Nasional  nomor  02/DSNMUI/IV/2000  tertanggal  1  April  2000  tentang  Tabungan, memberikan  landasan  syariah  dan  kententuan  tentang  tabungan mudharabah sebagai berikut:
1)      Dalam  transaksi  ini  nasabah   bertindak  sebagai  shahibul mal  atau  pemilik dana,  dan  bank  bertindak  sebagai mudharib atau pengelola dana
2)       Dalam  kapasitasnya  sebagai  mudharib,  bank  dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain
3)      Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalambentuk tunai dan bukan piutang
4)      Pembagian  keuntungan  harus  dinyatakan  dalam  bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening
5)       Bank  sebagai  mudharib  menutup  biaya  operasional tabungan  dengan  menggunakan  nisbah  keuntungan  yang menjadi haknya
6)       Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan


Dalam  Surat  Edaran  Bank  Indonesia  nomor   10/  31  /DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal Produk Bank Syariahdan Unit Usaha Syariah dijelaskan Tabungan Mudharabah sebagai berikut:
1.  Definisi
Tabungan  adalah  simpanan  yang  penarikannya  hanya  dapat dilakukan  menurut  syarat  tertentu  yang  disepakati,  tetapi  tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro, dan atau alatlainnya yang dipersamakan dengan itu.
2.  Akad Mudharabah
Transaksi  penanaman  dana  dari  pemilik  dana  (shahibul  maal) kepada  pengelola  dana  (mudharib)  untuk  melakukan  kegiatan usaha  tertentu  yang  sesuai  syariah,  dengan  pembagian  hasil usaha  antara  kedua  belah  pihak  berdasarkan  nisbah  yang  telah disepakati sebelumnya
3.  Fitur Dan Mekanisme
Tabungan atas dasar akad mudharabah
o   Bank  bertindak  sebagai  pengelola  dana  (mudharib)  dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
o   Pembagian  keuntungan  dinyatakan  dalam  bentuk  nisbahyang disepakati;
o   Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati;
o   Bank  dapat  membebankan  kepada  nasabah  biaya administrasi  berupa  biaya-biaya  yang  terkait  langsung dengan  biaya  pengelolaan  rekening  antara  lain  biayameterai,  cetak  laporan  transaksi  dan  saldo  rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan
o   Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
Tabungan  ini  dikelola  dengan  prinsip  “Mudharabah Mutlaqah”karena pengelolaan dana investasi tabungan ini sepenuhnya diserahkan kepada  mudharib.  Tabungan  yang  diketegorikan  pada  kelompok  ini yaitu  tabungan  yang  mempunyai  batas-batas  tertentu  (tidak  dapat ditarik  sewaktu  waktu)  seperti  tabungan  haji,  tabungan  walimah, tabungan kurban dsb.
Tabungan  mudharabah  merupakan  tabungan  dengan  akad mudharabah  dimana  pemilik  dana  (shahibul  maal)  mempercayakan dananya  untuk  dikelola  bank  (mudharib)  dengan  bagi  hasil  sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak awal.
Tabungan mudharabah ini tidak dapat diambil sewaktu-waktu. Sesuai dengan  prinsip  yang  digunakan,  tabungan  mudharabah  ini merupakan  “investasi”  yang  diharapkan  akan  menghasilkan keuntungan, oleh karena ini modal yang diserahkan kepada pengelola dana  /  mudharib  (bank)  tidak  boleh  ditarik  sebelum  akad  tersebut berakhir  hal  ini  disebabkan  karena  kelancaran  usaha yang  dilakukan oleh mudharib sehubungan dengan pengelolaan dana tersebut.
Penarikan  tunai  tabungan  hanya  dapat  dilakukan  dengan  slip panarikan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan-ketentuan lain  yang  berkaitan  dengan  tabungan  tetap  berlaku  sepanjang  tidak bertentangan dengan prinsip syariah.






Perbandingan  tabungan  mudharabah  dan  tabungan  wadi`ah adalah:
No

Tabungan mudharabah
Tabungan Wadiah
1.
Sifat dana
Investasi

2.
Penarikan
Hanya dapat dilakukan
pada periode / waktu
tententu
Hanya dapat dilakukan
pada periode / waktu
tententu
3.
Insentif
Bagi hasil
Bonus
4.
Pengambilan dana
Tidak dijamin
dikembalikan semua
Dijamin dikembalikan
Semua
Tabel 3-1 : perbandingan wadiah dan mudharabah
Perhitungan bagi hasil tabungan dilakukan berdasarkan besarnya dana investasi rata-rata selama satu periode perhitunganbagi hasil, dimana dana  rata-rata  tersebut  dihitung  dengan  menjumlahkan  saldo  harian setiap  tanggal  dibagi  dengan  hari  periode  perhitungan  bagi  hasil. Periode  perhitungan  bagi  hasil  tersebut  tidak  harus sama  dengan jumlah  hari  bulan  yang  bersangkutan,  jumlah  hari  dalam  periode perhitungan  bagi  hasil  dihitung  mulai  tanggal awal  periode  (satu  hari setelah tanggal tutup buku / perhitungan bagi hasilyang lalu) sampai dengan tanggal tutup buku atau perhitungan bagi hasil.
d.       Deposito Mudharabah
Depsoito  adalah  simpanan  yang  penarikannya  hanya  dapat dilakukan  pada  waktu  tertentu  menurut  perjanjian  antara  penyimpan
dengan bank ybs
Jenis deposito berjangka :
1.  Deposito berjangka biasa
Deposito  yang  berakhir  pada  jangka  waktu  yang  diperjanjikan, perpanjangan  hanya  dapat  dilakukan  setelah  ada  permohonan baru / pemberitahuan dari penyimpan
2.  Deposito berjangka otomatis (Automatic roll over)
Pada saat jatuh tempo, secara otomatis akan diperpanjang untuk jangka waktu yang sama tanpa pemberitahuan dari penyimpan
Dalam  Fatwa  Dewan  Syariah  Nasional  nomor  03/DSNMUI/IV/2000  tertanggal  01  April  2000  tentang  Deposito memberikan  landasan  syariah  dan  ketentuan  tentang  deposito mudharabah sebagai berikut :
1)      Dalam  transaksi  ini  nasabah  bertindak  sebagai shahibul maal  atau  pemilik  dana,  dan  bank  bertindak  sebagai mudharib atau pengelola dana
2)       Dalam  kapasitasnya  sebagai  mudharib,  bank  dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3)       Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalambentuk tunai dan bukan piutang
4)      Pembagian  keuntungan  harus  dinyatakan  dalam  bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening
5)      Bank  sebgai  mudharib  menutup  biaya  operasionaldeposito  dengan  menggunakan  nisbah  keuntungan  yang menjadi haknya.
6)      Bank  tidak  diperkenankan  untuk  mengurangi  nisbah keuntungan
Dalam  Surat  Edaran  Bank  Indonesia  nomor   10/  31  /DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal: Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dijelaskan tentang Deposito Mudharabah sebagai berikut:
1.      Definisi
Deposito  adalah  simpanan  yang  penarikannya  hanya  dapat dilakukan  pada  waktu  tertentu  berdasarkan  perjanjian  antara nasabah dengan bank.
2.       Akad Mudharabah
Transaksi  penanaman  dana  dari  pemilik  dana  (shahibul  maal) kepada  pengelola  dana  (mudharib)  untuk  melakukan  kegiatan usaha  tertentu  yang  sesuai  syariah,  dengan  pembagian  hasil usaha  antara  kedua  belah  pihak  berdasarkan  nisbah  yang  telah disepakati sebelumnya.
3.       Fitur Dan Mekanisme
o   Bank  bertindak  sebagai  pengelola  dana  (mudharib)  dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
o    Pengelolaan  dana  oleh  Bank  dapat  dilakukan  sesuai batasan-batasan  yang  ditetapkan  oleh  pemilik  dana (mudharabah  muqayyadah)  atau  dilakukan  dengan  tanpa batasan-batasan dari pemilik dana (mudharabah mutlaqah);
o    Dalam  Akad  Mudharabah  Muqayyadah  harus  dinyatakan secara  jelas  syarat-syarat  dan  batasan  tertentu  yang ditentukan oleh nasabah;
o   Pembagian  keuntungan  dinyatakan  dalam  bentuk  nisbahyang disepakati;
o   Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati;
o   Bank  dapat  membebankan  kepada  nasabah  biaya administrasi  berupa  biaya-biaya  yang  terkait  langsung dengan  biaya  pengelolaan  rekening  antara  lain  biayameterai,  cetak  laporan  transaksi  dan  saldo  rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan
o   Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
Deposito ini dijalankan dengan prinsip “Mudharabah Mutlaqah”,karena  pengelolaan  dana  deposito  sepenuhnya  menjadi tanggung jawab mudharib (bank)
Deposito mudharabah merupakan simpanan dana dengan akad mudharabah  dimana  pemilik  dana  (shahibul  maal)  mempercayakan dananya  untuk  dikelola  bank  (mudharib)  dengan  bagi  hasil  sesuai dengan  nisbah  yang  disepakati  sejak  awal.  Semua  permintaan pembukaaan  Deposito Mudharabah  harus  dilengkapi  dengan  suatu “akad / kontrak / perjanjian” yang berisi antara lain nama dan alamat shahibul  maal,  jumlah  deposito,  jangka  waktu,  nisbah  pembagian keuntungan,  cara  pembayaran  bagi  hasil  dan  pokok  pada  saat  jatuh tempo serta syarat-syarat lain deposito mudharabah yang lain.
Bank  wajib  memberitahukan  kepada  pemilik  dana  mengenai nisbah  dan  tatacara  pemberian  keuntungan  dan/atau  perhitungan distribusi  keuntungan  serta  resiko  yang  dapat  timbul  dari  deposito tersebut  Setiap  tanggal  jatuh  tempo  deposito,  pemilik  dana  akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan nisbah dari hasil investasi yang telah dilakukan oleh bank. Bagi hasil akan diterimaoleh pemilik dana sesuai  dengan  perjanjian  akad  awal  pada  saat  penempatan  deposito tersebut.  Dalam  syariat  Islam  tidak  dipermasalahkan jika  bagi  hasil ditambahkan  ke  pokoknya  untuk  kembali  diinvestasikan.  Periode penyimpanan  dana  ditentukan  berdasarkan  periode  bulanan.  Bank dapat memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan  (Bilyet) deposito kepada pemilik dana. Deposito mudharabah hanya dapat ditarik sesuai dengan  jatuh  waktu  yang  disepakati.  Atas  bagi  hasil yang  diterima, dikenakan  Pajak  Penghasilan  sesuai  ketentuan  yang  berlaku. Ketentuan-ketentuan  lain  yang  berkaitan  dengan  deposito  tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsipsyariah.
Perhitungan  bagi  hasil  kepada  pemilik  dana  depositomudharabah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1.      dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito mudharabah dan
2.       dilakukan  setiap  akhir  bulan  atau  awal  bulan  berikutnya  tanpa memperhatikan  tanggal  pembukaan  deposito  mudharabahtersebut.
1.  Perhitungan  bagi  hasil  deposito  mudharabah  dilakukan
setiap ulang tanggal pembukaan deposito.


Apabila  digambarkan  pembayaran  bagi  hasil  deposito
mudharabah yang dilakukan setiap ulang tanggal pembukaan deposito,
Pembayaran
Periode
Indikasi rate
koreksi
25 mei
25 April –30 April
10%


01 Mei – 25 Mei
10%
6%
25 juni
26 Mei – 30 Mei
6%


01 Juni – 25 Juni
6%
8%
25 juli
26 Juni– 30 Juni
8%


01 Juli – 25 Juli
8%
Belum diketahui dan tidak dikoreksi
Tabel 3-2 : bagi hasil ulang tanggal
Dari  tabel  diatas  dapat  dilihat  bahwa  untuk  bank  syariah  yang membayarkan bagi hasil deposito mudharabah dilakukan setiap ulang tanggal  pembukaan  deposito,  bank  syariah  membayarkan  bagi  hasil dari  pendapatan  yang  belum  diterima.  Sesuai  dengan  fatwa  Dewan Syariah Nasional nomor 14/DSN-MUI/IX/200 tanggal 16September 2000 tentang sistem distribusi hasil usaha, pendapatan yang dibagikan adalah pendapatan yang nyata-nyata diterima (cash basis).
1.      Perhitungan  bagi  hasil  deposito  mudharabah  dilakukan
setiap  setiap  akhir  bulan  (sama  dengan  tutup  buku  bank
syariah) atau awal bulan berikutnya
Perhitungan  bagi  hasil  dilakukan  sampai  dengan  akhir  bulan  ini berbeda  dengan  perhitungan  bagi  hasil  setiap  ulang  tanggal.  Dalam perhitungan  ini  hanya  dibayarkan  bagi  hasil  untuk  periode  tanggal pembukaan deposito sampai tanggal tutup buku saja.  Untuk memberi gambaran yang jelas atas perhitungan bagi hasil deposito mudharabah
sampai  akhir  bulan  ini  dapat  diperhatikan  gambar  dibawah   dengan
contoh deposito yang sama dengan butir sebelumnya:
Apabila  digambarkan  pembayaran  bagi  hasil  deposito mudharabah  yang  dilakukan  setiap  akhir  bulan  atau  awal  bulan berikutnya adalah sebagai berikut:
Periode
Indikasi rate
Pembayaran
25 April – 30 April
10%
Tutup buku April / Awal Mei
1Mei – 30 Mei
6%
Tutup buku Mei / Awal Juni
26 Juni– 30 Juni
8%
Tutup buku Juni / awal Juli
01 Juli – 25 Juli
9% (misal)
Pada  sat  jatuh  tempo  belum
dibayar,  baru  dibayar  pada  tutup
buku Juli atau awal Agustus
Tabel 3-3 : bagi hasil akhir bulan
Dari tabel ini dapat dilihat bahwa bank syariah yang membayar bagi hasil setiap akhir bulan (sama dengan tutup buku) atau awal bulan berikutnya,  membayar  bagi  hasil  sesuai  dengan  pendapatan  yang diterima Pembayaran bagi hasil deposito mudharabah setiap akhir bulan (tutup  buku)  atau  awal  bulan  berikutnya  tersebut  telah  dicontohkan pada  perhitungan  bagi  hasil  untuk  Sertifikat  Investasi  Mudharabah Antar Bank (SIMA) yang diatur oleh Bank Indonesia dan dalam cara pembayaran ini tidak ada koreksi karena perbedaan indikasi rate atau return deposito mudharabah.
Referensi:
Wiroso. 2011. Produk Perbankan Syariah Jakarta: LPFE Usakti