KOMPARASI BANK SYARIAH DAN BANK KONVESIONAL
1. LEMBAGA
KEUANGAN DI INDONESIA
Sistem
keuangan Indonesia yang secara umum membedakan antara Lembaga Keuangan
Bukan Bank yang banyak bergerak pada
sektor
riil, dan lembaga keuangan bank yang bergerak pada sektor moneter, Disamping itu,
lembaga keuangan juga menawarkan
berbagai jasa keuangan antara lain menawarkan berbagai jenis skema tabungan,
proteksi asuransi, program pensiun, penyediaan sistem pembayaran dan
mekanisme transfer dana. Lembaga keuangan merupakan bagian dari sistem keuangan
dalam ekonomi modern yangmelayani masyarakat pemakai jasa-jasa keuangan.Sistem keuangan yang ada di Indonesia dapat
digambarkan sebagai berikut:
A. Lembaga
Keuangan Bukan Bank
Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah adalah semua badan yang
melakukan kegiatan bidang keuangan, yang secara langsung atautidak langsung
menghimpun dana terutama dengan jalanmengeluarkan kertas surat berharga dan
menyalurkan ke masyarakat,terutama guna membiayai investasi perusahaan2 Pendirian
lembaga keuangan didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan nomor
792/MK/IV/12/70 tanggal 7 Desember 1970 kemudian diubah dan ditambah dengan
Keputusan Menteri Keuangan nomor 38/MK/IV/I/72 tanggal 18 Januari 1972. Menurut
ketentuan tersebut yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang menghimpun dana dengan
mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya untuk membiayai investasi
perusahaan. Lembaga Keuangan Bukan Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya
umumnya bergerak pada sektor riil (non moneter), karena tidak diperkenankan
untuk menghimpun dan menyalurkan dana secara langsung kepada masyarakat. Sumber
dana yang diperoleh dari pemodal dan menyalurkan umumnya terkait dnegan sektor
riil. Hal ini berbeda dengan Lembaga Keuangan Bank yang menghimpun dana dan
menyalurkan dana pada masyrakah secara langsung, sehingga banyak yang
mengatakan bergerak pada sektor keuangan (moneter)
Jenis-jenis lembaga keuangan bukan bank yang saat ini beroperasi
di Indonesia, dibawah pengawasan dan pembinaan Departemen Keuangan adalah
sebagai berikut:
1.
Lembaga
Pembiayaan yang meliputi, Leasing, Factoring, Consumer Financing, dan Credit
Card Company
2.
Perasuransian yang meliputi, Asuransi
Kerugian, Asuransi Jiwa, Reasuransi, Asuransi Sosial, dan Broker Asuransi
3.
Perusahaan Modal Ventura
4.
Dana Pensiun
5.
Pasar Moda
6.
Pegadaian, dan
7.
Perusahaan Penjaminan
B . Lembaga Keuangan Bank
Kelompok lain dari Lembaga Keangan adalah Keungan
Bank. Sesuai pengertian bank, Lembaga keuangan ini dapat menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat secara langsung. Pada umumnya
fungsi bank adalah menghubungkan (mediasi) pihak yang kelebihan dana (deposan)
dan pihak yang kekurangan dana (debitur). Lembaga Keuangan Bank tidak
diperkenankan untuk melakukan kegiatan usaha diluar dari kegiatan pokoknya
(core business) yaitu uang. Dalam Perbankan (konvensional) uang merupakan
barang komoditi (barang yang diperdagangkan). Bank membeli uang dari deposan
dan menjual kembali uang tesebut kepada pihak yang membutuhkan dana (debitur).
Pada saat membeli dari pemodal (deposan) diberikan imbalan bunga yang
ditetapkan dimuka, dan imbalan tersebut merupakan salah satu komponen harga
pokok saat jual ke debitur . Oleh karena itu Lembaga Keuangan Bank sering dikatakan
bergerak pada bidang keuangan atau moneter Dalam pasal 1 butir 1 Undang-undang
nomo 7 tahun 1992 yang dimaksud dengan perbankan adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan dalam
Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pasal 1 pengertian bank, bank umum dan Bank
Perkreditan Rakyat disempurnakan menjadi: Bank badan usaha yang menghimpun dana
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakah dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Sedangkan pengertian Bank Umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau “berdasarkan prinsip
usaha syariah” yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Serta pengertian Bank Perkreditan Rakyar Syariah (BPR-Syariah) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jenis-jenis
perbankan menurut pasal 5 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 adalah:
1.
Bank Umum, yaitu
adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (pasal 1
undang-undang no 7 / 1992 tentang perbankan)
2.
Bank Perkreditan
Rakyat, adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan hal itu
(pasal 1 undang-undang no 7 / 1992 tentang perbankan).
2. PENGERTIAN
DAN LANDASAN HUKUM BANK SYARIAH
Undang-undang yang terkait pengaturan perbankan,
khususnya perbankan syariah adalah :
a. Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
b. Undang-undang nomo 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang
nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
c. Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah
Oleh karena itu dalam membahasn pengertian dan
landasan hukum Bank Syariah tidak lepas dari ketiga Undang-undang tersebut.
Pengertian Perbankan menurut pasal 1 butir 1
Undang-undang nomo 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jenis-jenis perbankan menurut pasal 5 Undang-undang
nomor 7 tahun 1992 adalah
Bank Umum,
yaitu adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
(pasal 1 undang-undang no 7 / 1992 tentang perbankan)
2. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang menerima
simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lain
yang dipersamakan dengan hal itu (pasal 1 undangundangno 7 / 1992 tentang
perbankan)
Sedangkan dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1998
pasal 1 pengertian bank, bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat disempurnakan
menjadi: Bank badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakah dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan Pengertian
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau “berdasarkan prinsip usaha syariah” yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Serta pengertian Bank Perkreditan Rakyar Syariah
(BPR-Syariah) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan
pada pasal 1 butir 13 undang-undang tersebut sebagai berikut: Prinsip syariah
adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain
untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan
modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa
pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang
yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) Sedangkan dalam
Undang-undang nomor 21 tahun 2008 pasal 1 memberikan penjelasan dan pengertian
antara lain sebagai berikut:
1 Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/ atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
4. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas
Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.
5. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
6. Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Konvensional yangdalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
7. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
8. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu l intas pembayaran.
9. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
10. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS,
adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank
yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu
syariah dan/atau unit syariah.
Pengertian syariah dijelaskan dalam Undang-undang
nomor 10 Tahun 1998, pasal 13 sebagai berikut Prinsip Syariah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang\dinyatakan
sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah),
prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan
barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank
oleh pihak lain (ijarah wa iqtina); Ketentuan syariah dalam Undang-undang nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pasal 1 angka 12 sebagai berikut:
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Dalam Kerangka Dasar
Akuntansi Syariah, yang disusun oleh Dewan Standard Akuntansi Keuangan (Ikatan
Akuntan Indonesia), Dewan Syariah Nasional (Majelis Ulama Indonesia), Bank
Indonesia, Departemen Keuangan dan praktisi, menjelaskan: Syariah merupakan
ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi perintah
dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun
interaksi horisontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum
dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua
pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan
norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk
agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan
harmonis.(paragraf 14) Dari ketentuan tersebut harus disikapi bahwa dalam menjalankan
Bank Syariah tidak hanya mementingkan hubungan sesama manusia, yang merupakan
hubungan horisontal tetapi juga harus disikapi dengan langkah dan bukti
ketaqwaan manusia kepada Allah SWT dalam melaksanakan seluruh aturanNya, yang
merupakan hubungan vertikal. Jika pelaksana Bank Syariah beranggapan bahwa hubungan
vertikal merupakan urusan nanti setelah menghadap Yang Maha Kuasa, ini berarti
sudah tidak ada kaitannya dengan muamalah lagi tetapi terkait dengan akidah,
akhlak dan keimanan seseorang. Baik dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998
maupun dalam Undang-undang nomor 21 Tahun 2008 dijelaskan bahwa ” syariah
adalah aturan berdasarkan hukum Islam ”. Ketentuan syariah didasarkan dari
hukum Islam yang dituangkan dalam suatu ketentuan yang dikeluarkan oleh Majelis
Ulama Indonesia yang disebut ”Fatwa Dewan Syariah Nasional”. Fatwa inilah yang
dipergunakan sebagai referensi atau rujukan dalam melaksanakan kegiatan usaha
yang dilakukan oleh Entitas Syariah, termasuk Bank Syariah. Seperti diketahui
bersama bahwa dalam Hukum Islam banyak mazhab banyak sumbernya, sehingga mana
yang dipergunakan itu telah dilakukan pembahasan yang sangat mendalam oleh
Majelis Ulama Indonesia (Dewan Syariah Nasional). Sebagai pelaksana cukuplah mempergunakan
rujukan Fatwa tersebut tanpa terlibat terlalu jauh usul fiqihnya. Walaupun
ketentuan syariah bersumber dari hukum Islam tidak berarti yang melaksanakan
Bank Syariah termasuk nasabahnya beragama Islam. Banyak Bank Syariah yang
dikelola oleh dan memiliki nasabah non Islam menunjukkan kemajukan yang sangat
pesat. Rasulpun juga pernah mencontoh melakukan transaksi jual beli gamdum
dengan seorang Yahudi dan Beliau menggadaikan baju besinya.
3. KELOMPOK
BANK SYARIAH
Dalam Undang-undang 10 Tahun 1998, jenis bank dikelompokkan
menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank syariah dapat dikelompokkan
menjadi tiga bagian yaitu (1) bank Umum syariah, (2) Cabang Syariah Bank
Konvensional /Unit Usaha Syariah dan (3) Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang
dalam Undangundang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah diganti dengan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
4. KARAKTERISTIK
LAINNYA BANK SYARIAH
Selain yang telah dijelaskan diatas masih banyak
karakteristik bank syariah lain yang perlu digali, antara lain karakteristik
yang berkaitan dengan implementasi ekonomi syariah yang memiliki karakteristik
seperti dibawah
A.
Menghindari Maghrib
Bank syariah daalam melaksanaka kegiatan usahanya
harus menghindari Maghrib, yaitu Maisir, Gharar, Riba dan Bathil yang telah dijelaskan
dalam penjelasan pasal 2 Undang-undang 21 Tahun 2008sebagai berikut:
(a) riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah
(batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama
kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi
pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan
dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi'ah);
(b) maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada
suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan;
(c) gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas,
tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada
saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;
(d) haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang
dalam syariah; atau
(e) zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan
ketidakadilan bagi pihak lainnya. Dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional, Perbankan Syariah tetap berpegang pada Prinsip Syariah
secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah).
B. Titik
pandang uang pada Bank Syariah
Perubahan paradigma tentang uang dalam perbankan
syariah bukanlah hal yang mudah, karena sudah beratus-ratus tahun paradigma
yang terjadi diperbankan bahwa uang sebagai komoditi, karena kegiatan usahanya
dilakukan di bidang keuangan. Dalam perbankan syariah, khususnya dalam konsep
ekonomi Islam, uang hanya sebagai ”alat tukar” dan ”satuan pengukur nilai”
bukan sebagai komoditas. Untuk memperoleh hasil Bank Syariah harus nyata-nyata
kerja seperti melakukan jual beli (murabahah, salam dan istishna) menyewakan
suatu obyek sewa (Ijarah, IMBT, Multijasa) dan melakukan investasi kepada pihak
yang memiliki usaha (mudharabah, musyarakah). Secara konsep Bank Syariah tidak
diperkenankan memperoleh hasil akibat penggunaan uang sebagaimana dilakukan oleh
Bank Konvensional. Hal ini dapat dilihat dalam contoh berikut:
a.
Seseorang datang
ke bank konvensional untuk meminjam uang sebesar Rp. 10 juta dan akan
dikembalikan satu tahun kemudian. Berapa yang harus dibayar satu tahun
kemudian? Yang dibayar adalah sebesar Rp. 12 juta, yaitu Rp. 10 juta uang awal
ditambah dengan bunga Rp. 2 juta. Bank konvensional hasil memperoleh hasil dari
uang yang dipinjamkan.
b.
Seseorang datang
ke bank syaraih untuk meminjam uang sebesar Rp. 10 juta dan akan dikembalikan
satu tahun kemudian. Berapa yang harus dikembalikan satu tahun kemudian? Yang
harus dibayar atau dikembalikan satu tahun kemudian tetap sebesar Rp. 10 juta,
dan tidak diperkenankan untuk mengenakan tambahan kepada peminjam Inilah yang
akadnya disebut akah Qardh. Bagaimana jika akadnya sesuai ketentuan syariah
yaitu akad Qardh, tetapi pada saat peminjam menandatangi akad, pelaksana bank
syariah mengharuskan mengembalikan sebesar Rp. 12 juta (akad hanya sebagai
formalitas saja). Jika ini terjadi hubungan horisontal aman-aman saja, Audit
intern tidak akan menemukan pelanggarannya, DPS tidak akan menemukan
pelanggarannya, pengawasan lain tidak akan menemukan pelanggarannya. Kejadian ini
yang terlanggar adalah hubungan vertikal dan hanya pengawasannya Yang Maha
Kuasa yang mengetahui hal ini.
Referensi:
Wiroso, Produk
Perbankan Syariah, ed.1, cet. 1, Jakarta: LPFE Usakti, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar