Jumat, 17 Oktober 2014


KOMPARASI BANK SYARIAH DAN BANK KONVESIONAL

1.      LEMBAGA KEUANGAN DI INDONESIA
Sistem keuangan Indonesia yang secara umum membedakan antara Lembaga Keuangan Bukan Bank yang banyak bergerak pada sektor riil, dan lembaga keuangan bank yang bergerak pada sektor moneter, Disamping itu, lembaga keuangan juga menawarkan berbagai jasa keuangan antara lain menawarkan berbagai jenis skema tabungan, proteksi asuransi, program pensiun, penyediaan sistem pembayaran dan mekanisme transfer dana. Lembaga keuangan merupakan bagian dari sistem keuangan dalam ekonomi modern yangmelayani masyarakat pemakai jasa-jasa keuangan.Sistem keuangan yang ada di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut:
A.      Lembaga Keuangan Bukan Bank
Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah adalah semua badan yang melakukan kegiatan bidang keuangan, yang secara langsung atautidak langsung menghimpun dana terutama dengan jalanmengeluarkan kertas surat berharga dan menyalurkan ke masyarakat,terutama guna membiayai investasi perusahaan2 Pendirian lembaga keuangan didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan nomor 792/MK/IV/12/70 tanggal 7 Desember 1970 kemudian diubah dan ditambah dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 38/MK/IV/I/72 tanggal 18 Januari 1972. Menurut ketentuan tersebut yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang menghimpun dana dengan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya untuk membiayai investasi perusahaan. Lembaga Keuangan Bukan Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya umumnya bergerak pada sektor riil (non moneter), karena tidak diperkenankan untuk menghimpun dan menyalurkan dana secara langsung kepada masyarakat. Sumber dana yang diperoleh dari pemodal dan menyalurkan umumnya terkait dnegan sektor riil. Hal ini berbeda dengan Lembaga Keuangan Bank yang menghimpun dana dan menyalurkan dana pada masyrakah secara langsung, sehingga banyak yang mengatakan bergerak pada sektor keuangan (moneter)
Jenis-jenis lembaga keuangan bukan bank yang saat ini beroperasi di Indonesia, dibawah pengawasan dan pembinaan Departemen Keuangan adalah sebagai berikut:
1.      Lembaga Pembiayaan yang meliputi, Leasing, Factoring, Consumer Financing, dan Credit Card Company
2.       Perasuransian yang meliputi, Asuransi Kerugian, Asuransi Jiwa, Reasuransi, Asuransi Sosial, dan Broker Asuransi
3.       Perusahaan Modal Ventura
4.      Dana Pensiun
5.       Pasar Moda
6.       Pegadaian, dan
7.       Perusahaan Penjaminan

B . Lembaga Keuangan Bank
Kelompok lain dari Lembaga Keangan adalah Keungan Bank. Sesuai pengertian bank, Lembaga keuangan ini dapat menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat secara langsung. Pada umumnya fungsi bank adalah menghubungkan (mediasi) pihak yang kelebihan dana (deposan) dan pihak yang kekurangan dana (debitur). Lembaga Keuangan Bank tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan usaha diluar dari kegiatan pokoknya (core business) yaitu uang. Dalam Perbankan (konvensional) uang merupakan barang komoditi (barang yang diperdagangkan). Bank membeli uang dari deposan dan menjual kembali uang tesebut kepada pihak yang membutuhkan dana (debitur). Pada saat membeli dari pemodal (deposan) diberikan imbalan bunga yang ditetapkan dimuka, dan imbalan tersebut merupakan salah satu komponen harga pokok saat jual ke debitur . Oleh karena itu Lembaga Keuangan Bank sering dikatakan bergerak pada bidang keuangan atau moneter Dalam pasal 1 butir 1 Undang-undang nomo 7 tahun 1992 yang dimaksud dengan perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pasal 1 pengertian bank, bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat disempurnakan menjadi: Bank badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakah dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau “berdasarkan prinsip usaha syariah” yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Serta pengertian Bank Perkreditan Rakyar Syariah (BPR-Syariah) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jenis-jenis perbankan menurut pasal 5 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 adalah:
1.      Bank Umum, yaitu adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (pasal 1 undang-undang no 7 / 1992 tentang perbankan)
2.      Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan hal itu (pasal 1 undang-undang no 7 / 1992 tentang perbankan).

2.    PENGERTIAN DAN LANDASAN HUKUM BANK SYARIAH
Undang-undang yang terkait pengaturan perbankan, khususnya perbankan syariah adalah :
a. Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
b. Undang-undang nomo 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
c. Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Oleh karena itu dalam membahasn pengertian dan landasan hukum Bank Syariah tidak lepas dari ketiga Undang-undang tersebut.
Pengertian Perbankan menurut pasal 1 butir 1 Undang-undang nomo 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jenis-jenis perbankan menurut pasal 5 Undang-undang nomor 7 tahun 1992 adalah
 Bank Umum, yaitu adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (pasal 1 undang-undang no 7 / 1992 tentang perbankan)
2. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan hal itu (pasal 1 undangundangno 7 / 1992 tentang perbankan)
Sedangkan dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pasal 1 pengertian bank, bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat disempurnakan menjadi: Bank badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakah dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan Pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau “berdasarkan prinsip usaha syariah” yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Serta pengertian Bank Perkreditan Rakyar Syariah (BPR-Syariah) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada pasal 1 butir 13 undang-undang tersebut sebagai berikut: Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) Sedangkan dalam Undang-undang nomor 21 tahun 2008 pasal 1 memberikan penjelasan dan pengertian antara lain sebagai berikut:
1 Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
4. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.
5. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
6. Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Konvensional yangdalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
7. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
8. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu l intas pembayaran.
9. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
10. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
Pengertian syariah dijelaskan dalam Undang-undang nomor 10 Tahun 1998, pasal 13 sebagai berikut Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang\dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina); Ketentuan syariah dalam Undang-undang nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pasal 1 angka 12 sebagai berikut:
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Dalam Kerangka Dasar Akuntansi Syariah, yang disusun oleh Dewan Standard Akuntansi Keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia), Dewan Syariah Nasional (Majelis Ulama Indonesia), Bank Indonesia, Departemen Keuangan dan praktisi, menjelaskan: Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harmonis.(paragraf 14) Dari ketentuan tersebut harus disikapi bahwa dalam menjalankan Bank Syariah tidak hanya mementingkan hubungan sesama manusia, yang merupakan hubungan horisontal tetapi juga harus disikapi dengan langkah dan bukti ketaqwaan manusia kepada Allah SWT dalam melaksanakan seluruh aturanNya, yang merupakan hubungan vertikal. Jika pelaksana Bank Syariah beranggapan bahwa hubungan vertikal merupakan urusan nanti setelah menghadap Yang Maha Kuasa, ini berarti sudah tidak ada kaitannya dengan muamalah lagi tetapi terkait dengan akidah, akhlak dan keimanan seseorang. Baik dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 maupun dalam Undang-undang nomor 21 Tahun 2008 dijelaskan bahwa ” syariah adalah aturan berdasarkan hukum Islam ”. Ketentuan syariah didasarkan dari hukum Islam yang dituangkan dalam suatu ketentuan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia yang disebut ”Fatwa Dewan Syariah Nasional”. Fatwa inilah yang dipergunakan sebagai referensi atau rujukan dalam melaksanakan kegiatan usaha yang dilakukan oleh Entitas Syariah, termasuk Bank Syariah. Seperti diketahui bersama bahwa dalam Hukum Islam banyak mazhab banyak sumbernya, sehingga mana yang dipergunakan itu telah dilakukan pembahasan yang sangat mendalam oleh Majelis Ulama Indonesia (Dewan Syariah Nasional). Sebagai pelaksana cukuplah mempergunakan rujukan Fatwa tersebut tanpa terlibat terlalu jauh usul fiqihnya. Walaupun ketentuan syariah bersumber dari hukum Islam tidak berarti yang melaksanakan Bank Syariah termasuk nasabahnya beragama Islam. Banyak Bank Syariah yang dikelola oleh dan memiliki nasabah non Islam menunjukkan kemajukan yang sangat pesat. Rasulpun juga pernah mencontoh melakukan transaksi jual beli gamdum dengan seorang Yahudi dan Beliau menggadaikan baju besinya.


3.    KELOMPOK BANK SYARIAH
Dalam Undang-undang 10 Tahun 1998, jenis bank dikelompokkan menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank syariah dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu (1) bank Umum syariah, (2) Cabang Syariah Bank Konvensional /Unit Usaha Syariah dan (3) Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang dalam Undangundang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah diganti dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
4.    KARAKTERISTIK LAINNYA BANK SYARIAH
Selain yang telah dijelaskan diatas masih banyak karakteristik bank syariah lain yang perlu digali, antara lain karakteristik yang berkaitan dengan implementasi ekonomi syariah yang memiliki karakteristik seperti dibawah
A. Menghindari Maghrib
Bank syariah daalam melaksanaka kegiatan usahanya harus menghindari Maghrib, yaitu Maisir, Gharar, Riba dan Bathil yang telah dijelaskan dalam penjelasan pasal 2 Undang-undang 21 Tahun 2008sebagai berikut:
(a) riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi'ah);
(b) maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan;
(c) gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;
(d) haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau
(e) zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. Dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, Perbankan Syariah tetap berpegang pada Prinsip Syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah).
B. Titik pandang uang pada Bank Syariah
Perubahan paradigma tentang uang dalam perbankan syariah bukanlah hal yang mudah, karena sudah beratus-ratus tahun paradigma yang terjadi diperbankan bahwa uang sebagai komoditi, karena kegiatan usahanya dilakukan di bidang keuangan. Dalam perbankan syariah, khususnya dalam konsep ekonomi Islam, uang hanya sebagai ”alat tukar” dan ”satuan pengukur nilai” bukan sebagai komoditas. Untuk memperoleh hasil Bank Syariah harus nyata-nyata kerja seperti melakukan jual beli (murabahah, salam dan istishna) menyewakan suatu obyek sewa (Ijarah, IMBT, Multijasa) dan melakukan investasi kepada pihak yang memiliki usaha (mudharabah, musyarakah). Secara konsep Bank Syariah tidak diperkenankan memperoleh hasil akibat penggunaan uang sebagaimana dilakukan oleh Bank Konvensional. Hal ini dapat dilihat dalam contoh berikut:
          a.         Seseorang datang ke bank konvensional untuk meminjam uang sebesar Rp. 10 juta dan akan dikembalikan satu tahun kemudian. Berapa yang harus dibayar satu tahun kemudian? Yang dibayar adalah sebesar Rp. 12 juta, yaitu Rp. 10 juta uang awal ditambah dengan bunga Rp. 2 juta. Bank konvensional hasil memperoleh hasil dari uang yang dipinjamkan.
         b.         Seseorang datang ke bank syaraih untuk meminjam uang sebesar Rp. 10 juta dan akan dikembalikan satu tahun kemudian. Berapa yang harus dikembalikan satu tahun kemudian? Yang harus dibayar atau dikembalikan satu tahun kemudian tetap sebesar Rp. 10 juta, dan tidak diperkenankan untuk mengenakan tambahan kepada peminjam Inilah yang akadnya disebut akah Qardh. Bagaimana jika akadnya sesuai ketentuan syariah yaitu akad Qardh, tetapi pada saat peminjam menandatangi akad, pelaksana bank syariah mengharuskan mengembalikan sebesar Rp. 12 juta (akad hanya sebagai formalitas saja). Jika ini terjadi hubungan horisontal aman-aman saja, Audit intern tidak akan menemukan pelanggarannya, DPS tidak akan menemukan pelanggarannya, pengawasan lain tidak akan menemukan pelanggarannya. Kejadian ini yang terlanggar adalah hubungan vertikal dan hanya pengawasannya Yang Maha Kuasa yang mengetahui hal ini.

Referensi:
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, ed.1, cet. 1, Jakarta: LPFE Usakti, 2009




Tidak ada komentar:

Posting Komentar