Jumat, 19 Desember 2014

Teknik Bagi Hasil Dengan Pembiayaan Mudharabah

Teknik  Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah
A.    Pengertian Dan Rukun Mudharabah
a.        Mudharabah, usaha yang berisiko (risky business) adalah akad kerjasama  usaha  antara  pihak  pemilik  dana (shahib al mal dengan pihak pengelola dana (mudharib) dimana keuntungan dibagi  sesuai  nisbah  yang  disepakati, sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana (modal). Istilah lain dari mudharabah adalah muqaradhah dan qiradh.
b.        Mudharabah Mutlaqah,  akad  mudharabah  tanpa  pembatasan yaitu bentuk kerja sama antara shahibul mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.Dalam fiqh seringkali dicontohkan dengan  ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari shaibul mal kepada mudharib yang memberi kewenangan penuh.
c.        Mudharabah Muqayyadah, akad mudharabah dengan pembatasan
yaitu bentuk kerja sama antara shahibul mal dan mudharib yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah memberikan
berapa pengertian yang berkaitan dengan Mudharabah sebagai berikut:
a.         Mudharabah  adalah  akad  kerjasama  usaha  antara  dua  pihak
dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan  pihak  kedua (pengelola  dana)  bertindak  selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.


b.        Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana
memberikan   kebebasan   kepada   pengelola   dana   dalam pengelolaan investasinya.
c.         Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana
memberikan   batasan   kepada   pengelola   dana,   antara   lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.
Dalam mudharabah muqayadah, contoh batasan antara lain:
1.  tidak  mencampurkan  dana  pemilik  dana  dengan danalainnya;
2.  tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan; atau
3.  mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
d.        Mudharabah  musytarakah  adalah  bentuk  mudharabah  dimana
pengelola   dana   menyertakan   modal   atau   dananya   dalam
kerjasama investasi.
Rukun Mudharabah adalah
a.       Orang yang berakad :
1).      Pemilik modal / Shahibul maal atau Rabbul maal
2).      Pelaksanaan atau usahawan / Mudharib
b.      Modal / maal
c.       Kerja atau usaha / Dharabah
d.      Keuntungan / ribh
e.       Shighat / Ijab Qabul
Rukun-rukun mudhorobah dalam pandangan jumhur ulama ada tiga pelaku akad (pemberi dan penerima harta), ma`qud `alaih (modal, usaha   keuntungan)   dan   sighat (ijab   dan   qabul).   Imam   syafi`i membaginya menjadi lima bagian harta, usaha, keuntungan, sighat dan pelaku akad.
Akad mudhorobah tidak wajib sebelum si pelaksana memulai usahanya, karena pemilik dan pelaksana bisa membatalkannya. Adapun jika pelaksana telah memulai usahanya apakah antara pelaksana dan pemilik   modal   wajib   menulis   akad   mudhorobah? Imam Malik berpendapat wajib dan merupakanakad yang diwarisi.
Alur transaksi Mudharabah:
a.         Suatu  proyek  membutuhkan  modal  dan  disepakati  sebagai
pengelola usaha (mudharib) adalah Zakaria (nasabah) sedangkan seluruh modal usaha disediakan oleh Bank Syariah Baitul Qiradh sebagai pemilik dana (Shahibul mal).   Pengelolaan usaha dilakukan sepenuhnya oleh Zakaria sebagai pengelola usaha. Bank Syariah Baitul Qiradh   sebagai pemilik dana tidak diperkenankan untuk ikut mengelola usaha.
b.        Pembagian  hasil  usaha  dilakukan  untuk  kedua  pihak  sesuai
nisbah yang disepakati diawal akad, yaitu untuk Bank Syariah

C. Ketentuan Mudharabah
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang  Pembiayaan  Mudharabah (Qiradh),  diatur  hal-hal yang berkaitan dengan pembiayaan mudharabah (penyaluran dana yang dilakukan oleh LKS) sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Pembiayaan:
1.        Pembiayaan   Mudharabah   adalah   pembiayaan   yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2.        Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan   pengusaha            (nasabah)   bertindak   sebagaimudharib atau pengelola usaha.
3.        Jangka  waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan    ditentuka berdasarkankesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4.        Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5.        Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelasdalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6.        LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah)
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi
perjanjian.
7.        Pada prinsipnya, dalam Pembiayaan Mudharabah tidak ada jaminan,   namun   agar   mudharib   tidak   melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8.        Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan  mekanisme pembagian   keuntungan   diatur   oleh   LKS  dengan memperhatikan fatwa DSN.
9.        Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10.     Dalam  hal  penyandang  dana          (LKS)  tidak  melakukan kewajiban   atau   melakukan   pelanggaran   terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan:
1.      Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib)harus cakap hukum.
2.      Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan
kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.        Penawaran  dan  penerimaan  harus  secara  eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b.        Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c.        Akad dituangkan secara tertulis, melaluikorespondensi, atau dengan menggunakan cara-carakomunikasi modern.



3.      Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikanoleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a.        Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b.        Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c.        Modal  tidak  dapat  berbentuk  piutang  dan  harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 
4.      Keuntungan  mudharabah  adalah  jumlah  yang  didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini
harus dipenuhi:
a.        Harus  diperuntukkan  bagi  kedua  pihak  dan  tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b.        Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari   keun-tungan   sesuai   kesepakatan.   Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c.        Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari   mudharabah,   dan   pengelola   tidak   boleh
menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari
kesalahan   disengaja,   kelalaian,   atau   pelanggaran
kesepakatan.
5.      Kegiatan   usaha   oleh   pengelola        (mudharib),   sebagaiperimbangan        (muqabil)   modal   yang   disediakan   olehpenyedia dana,  harus memperhatikan hal-hal berikut:
a.         Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib,tanpa
campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b.        Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c.         Pengelola  tidak  boleh  menyalahi  hukum  Syari’ahIslam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1)       Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2)       Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuakejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3)       Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad alamanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
4)       jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Sedangkan  dalam  Fatwa  Dewan  Syariah  Nasional  nomor 50/DSN-MUI/III/2006  Tentang  Akad  Mudharabah  Musytarakah mengatur sebagai berikut:
Pertama         :Ketentuan Umum
Mudharabah    Musytarakah    adalah    bentuk    akad
Mudharabah di mana pengelola (mudharib menyertakan
modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
Kedua           :Ketentuan Hukum
Mudharabah Musytarakah boleh dilakukan oleLembaga
Keuangan Syari’ah (LKS), karena merupakan bagia dari hukum Mudharabah.
Ketiga           :Ketentuan Akad dalam Produk Penghimpunan Dana
1.        Akad  yang  digunakan  adalah  akad  MudharabahMusytarakah, yaitu perpaduan dar akad Mudharabah dan akad Musyarakah.
2.        LKS  sebagai  mudharib  menyertakan  modal  atau dananya dalam investasi bersama nasabah.


3.        LKS  sebagai  pihak  yang  menyertakan  dananya
(musytarik)    memperoleh bagian  keuntungan
berdasarkan porsi modal atau yang disertakan.
4.        Bagian   keuntungan   sesudah   diambil   oleh   LKS sebagai   musytarik   dibagi   antara   LKS   sebagai mudharib dengan nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
5.        Apabila terjadi kerugian maka LKS sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan.
Keempat        :Ketentuan Akad dalam Produk Penyaluran Dana
1.        Akad  yang  digunakan  adalah  akad Mudharabah
Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan akad Musyarakah.
2.        Nasabah sebagai mudharib menyertakan moda atau
dananya dalam investasi bersama LKS.
3.        Nasabah sebagai pihak yang menyertakan modal atau
dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi modal yang disertakan.
4.        Bagian keuntungan sesudah diambil oleh nasabah sebagai  musytarik  dibagi  antara  nasabah  sebagai mudharib dengan LKS sesuai dengan nisbah yang disepakati.
5.        Apabila  terjadi  kerugian  maka  nasabah  sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan.
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia nomor 10/ 31 /DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dijelaskan Mudharabah diatur sebagai berikut:
1.       Definisi
Pembiayaan   adalah   penyediaan   dana   atau   tagihan   yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a.    transaksi   bagi   hasil   dalam   bentuk   mudharabah   dan musyarakah;


b.   transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c.    transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam,dan istishna’;

d.   transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh;
dan
e.        transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak  yang  dibiayai  dan/atau  diberi  fasilitas  dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
2.       Akad-akad
a. Mudharabah
Transaksi penanaman dana dari pemilik dana       (shahibul
maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan  usaha  tertentu  yang  sesuai  syariah,  dengan pembagian   hasil   usaha   antara   kedua   belah   pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya
b.      Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana
c.       Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah   untuk   kegiatan   usaha   yangcakupannya
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah
bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
3. Fiture dan Mekanisme
a.         Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dalam kegiatan usahanya;
b.        Bank memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah, antara lain Bank dapat melakukan review
dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan            bukti      pendukung           yang      dapat dipertanggungjawabkan;
c.         Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakandalam nisbah yang disepakati
d.        Nisbah  bagi  hasil  yang  disepakati  tidak  dapat  diubah
sepanjang  jangka  waktu  investasi,  kecuali  atas  dasar kesepakatan para pihak;
e.         Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;
f.         Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan; Dalam  hal  Pembiayaan  atas  dasar  Akad  Mudharabah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya;
g.        Dalam  hal  Pembiayaan  atas  dasar  Akad  Mudharabah diberikan  dalam  bentuk  barang,  maka  barang  tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya;
h.        Pengembalian   Pembiayaan   atas   dasar   Mudharabah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Akad, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah;
i.         Pembagian hasil usaha dilakukan atas dasar laporan hasil usaha  pengelola  dana       (mudharib)  dengan  disertai  bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
j.         Kerugian usaha nasabah pengelola dana (mudharib) yang dapat ditanggung oleh Bank selaku pemilik dana (shahibul maal) adalah maksimal sebesar jumlah pembiayaan yang diberikan (ra’sul maal).

D.  Unsur-Unsur Mudharabah
a. Di  dalam  perjanjian  tersebut  harus  dinyatakan  secara tersurat maupun tersirat mengenai tujuan dari kontrak .
b. Penawaran dan Penerimaan harus disepakati kedua belah pihak di dalam kontrak tersebut.
c. Maksud  Penawaran  dan  Penerimaan  merupakan suatu kesatuan infromasi yang sama penjelasannya. Perjanjian bisa saja berlangsung melalui proposal tertulis dan langsung di tandatangani, melainkan bisa juga dilakukan melalui surat menyurat/korespondensi dengan menggunakan alat Fax atau  Komputer,  dan  telah  disahkan  oleh  Cendekiawan Fiqih Islam, Organisasi Konferensi Islam.
1.      Modal Mudharabah
Modal adalah sejumlah uang pemilik dana diberikan kepada Pengelola Dana untuk investasikan (dikelola) dalam kegiatan usaha Mudharabah. Adapun syarat-syarat yang tercakup dalam modal adalah (aaoifi, 2000) sebagai berikut:
a.      Jumlah modal harus harus diketahui secara pasti termasuk jenis
mata uangnya.
b.     Modal harus dalam bentuk tunai. Seandainya berbentuk aset,menurut Jumhur Ulama Fiqh diperbolehkan asalkan berbentuk barang niaga dan mempunyai nilai atau biaya historisnya pada saat mengadakan kontrak. Bila aset tersebut berbentuk non-moneter yang siap dimanfaatkan, seperti pesawat dan kapal, menurut   madzhab   Hanbali (Imam   Ahmad   bin   Hanbal) diperbolehkan  sebagai  modal Mudharabah asalkan Pengelola Dana tetap menginvestasikan semua modal tersebut dan berbagi


hasil dengan pemilik dana dalam pendapatan dari investasi dan pada akhir jangka waktu.
c.      Modal harus tersedia dalam bentuk tunai, tidak hutang.
d.      Modal Mudharabah langsung dibayar kepada Pengelola Dana.
Beberapa  Fuqaha  berbeda  pendapat  mengenai  cara  realisasi
pencairan dana, yaitu dibayar langsung dengan cara mentransfer dari rekening pemilik dana kepada Pengelola Dana, atau dengan
cara lain dilaksanakan dengan memungkinkan Pengelola Dana untuk memperoleh manfaat dari modal tersebut, bagaimana pun
cara akuisisinya.  Sesuai dengan pendapat kedua, pengadaan
kontrak  dapat  dilaksanakan  untuk  keseluruhan  modal,  dan pembayarannya  kepada  Pengelola  Dana  dapat  dibuat  dalam beberapa angsuran.
2.      Pekerjaan / Usaha Mudharabah
syarat yang harus diterapkan dalam usaha/pekerjaan Mudharabah:
a.         Bentuk pekerjaan/usaha merupakan hak khusus Pengelola Dana,
tidak ada intervensi manajemen dari pemilik dana. Meskipun demikian menurut madzhab Hanbali, membolehkan  adanya peran  serta/partisipasi  pemilik  dana  dalam  pekerjaan/usaha tersebut.
b.        Penyedia dana tidak harus boleh membatasi kegiatan Pengelola
Dana, seperti melarang Pengelola Dana agar tidak sukses dalam pencarian laba/keuntungan.
c.         Pengelola Dana tidak boleh melanggar hukum Syari'ah Islamdalam usahanya dan juga harus mematuhi praktik-praktik usaha yang berlaku.
d.        Pengelola  Dana  harus  mematuhi  syarat-syarat  yang  diajukan pemilik dana, asalkan syarat-syarat tersebut tidak bertentangan dengan kontrak Mudharabah tersebut.
Ketentuan   lain   yang   berkaitan   dengan   pekerjaan   dalam mudarabah (AAOIFI, 2000) adalah:
a.         Jenis  kegiatan:  bagi  para  pengikut  madzhab  Safii,  hanyalah terbatas pada perniagaan, namun untuk penggandaan Fuqaha, akan diberikan pengaturan untuk semua jenis keuntungan yang berorientasi   kepada   kegiatan   seperti   perniagaan,   industri, pertanian, atau pelayanan jasa.
b.        Batasan  kegiatan  Pengelola  Dana  sehubungan  dengan  danaMudharabah adalah:
1.        Harus   benar-benar   memiliki   usaha,   sesuai   dengan kontrak, yang merupakan pekerjaan utama dan cabang dari kegiatannya.
2.        Pekerjaan atau usaha yang ia miliki harus sesuai dengan surat kuasa umum. Kesemuanya ini merupakan pekerjaan yang tidak mempunyai hubungannya dengan kegiatan usaha   utama,   namun   merupakan   penunjang   dalam Perlakuan  investasi,  seperti  perpaduan  dengan  dana Mudharabah dan dananya sendiri.
3.        Pekerjaan atau usaha yang ia tidak akan miliki, terkecuali dengan suatu ijin tertulis dari pemilik dana tersebut.
Pekerjaan   atau   usaha   ini   tidak   mengarah   kepada
pengembangan  dana  atau  pun  pada  kewajiban  atau
hutang baru apapun, di pihak pemilik, atas dana tersebut
seperti peminjaman account dana Mudharabah.
Peraturan  Usaha  dengan  dana  Pemilik  dalam  Mudharabah adalah (AAOIFI, 2000) sebagai berikut
a.         Usaha atau pekerjaan berkenaan dengan pengambilan keputusan, seperti penjualan dan pembelian.  Pekerjaan ini tidak dapat ditetapkan dalam kontrak sesuai dengan ketentuan penggandaan


Fuqaha,  namun  atas  izin  madzhab  Hambali.    Apabila  ia melaksanakan usaha tanpa suatu ketetapan, maka akan dapat diizinkan untuk beberapa Fuqaha, karena ia melaksanakannya dengan mandat dari Pengelola Dana.
b.        Sewa guna pelayanan jasa dari pemilik dana terhadap biaya-biaya
atau tagihan, seperti tagihan gudang, pelayanan jasa angkutan, akan  dianggap  dapat  diizinkan  untuk  beberapa  ketentuan Fuqaha.
c.         Satu transaksi dari pemilik dana dengan pemilik Pengelola Dana dalam dana Mudharabah, dengan penjualan atau pembelian, akan diijinkan untuk beberapa ketentuan Fuqaha.
d.        Bidang pengawasan atau pekerjaan kantor sehubungan dengan dana Mudharabah, akan diizinkan tanpa kualifikasi apapun.
3.      Keuntungan atau Kerugian Mudharabah
Keuntungan adalah jumlah yang melebihi jumlah modal dan merupakan tujuan Mudharabah, dengan syarat-syarat seperti berikutini:
a.         Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua belah pihak dan tidak  ada  satu  pihak  pun  yang  akan  memilikinya  tanpa persetujuan dari pihak lainnya.
b.        Haruslah menjadi perhatian dari kedua belah pihak, dan tidakterdapat pihak ketiga yang akan turut memperoleh bagi hasildarinya.
c.         Porsi bagi hasil keuntungan untuk masing-masing pihak harus disepakati   bersama   pada   saat   perjanjian   ditandatangai.
Keuntungan  diberikan  dalam  bentuk  persentase.  Bagi  hasil
Pengelola   Dana   harus   secara   jelas   dinyatakan   pada   saat
pengadaan kontrak dilakukan. Dengan mengakui bahwa akan
diijinkan  di  kemudian  hari  untuk  menyesuaikan  persentase
keuntungan yang dialokasikan kepada para pihak.
d.        Pemilik  dana  akan  menanggung  semua  kerugian,  sebaliknya Pengelola Dana tidak menanggung kerugian sedikitpun. Akan
tetapi, Pengelola Dana harus menanggung kerugian bila kerugian timbul  dari  pelanggaran  perjanjian  atau  penghilangan  dana tersebut.


tanpa   mengembalikan   modal,   akan   dianggap   tidak   stabil
terkecuali  suatu strategi diterapkan untuk stabilitas, yang di sini
untuk  menghapus  kontrak  pada  setiap  alokasi  dan  untuk
memulai suatu kontrak baru. Akan tetapi, madzhab Hambali
menerapkan salah satu dari ketentuan, sementara Bin Hazm dan
Zideiya menemukan kepemilikan keuntungan yang dialokasikan
dalam kelangsungan Mudharabah sebagai stabil.
Dalam mudharabah bagi hasil tergantung pada hasil usha yang
diperoleh oleh pengelola dana sesuai nisbah yang disepakati pada awal
akad. Jadi dalam mudharabah tidak diperkenankan untuk meminta
pengelola untuk memberikan imbalan dalam bentuk bagi hasil yang
besarnya ditetapkan didepan, yang harus disepakati diawal adalah porsi
pembagian keuntungan yang sering disebut dengan nisbah. Untuk
memberikan gambaran penentukan nisbah yang dilakukan oleh bank
syariah, dapat dilihat dalam ilustrasi gambar berikut:













Gambar 4-23 : penentuan nisbah dalam mudharabah
Misalnya bank syariah ingin memberikan modal mudharabah
sebesar Rp. 50.000.000,- dengan prinsip mudharabah. Dari pemberian


modal mudharabah tersebut bank syariah mengharapkan keuntungan
(expectation  return)  atau  proyek  pendapatan  sebesar 20%  x  Rp. 50.000.000   =  Rp. 10.000.000,--.  Dengan  pemberian  modal  Rp. 50.000.000 tersbeut bank syariah tidak diperkenan meminta kepada pengelola (nasabah) untuk membayar bagi hasil Rp. 10.000.000,-- yang harus  dilakukan  adalah menentukan  porsi  pembagian  hasil  usaha (nisbah). Pada umumnya dalam berbagi hasil mempergunakan prinsip revenue  sharing  yaitu  pembagian  dari  hasil  usaha (gross  profit),
sehingga harus  diketahui proyeksi hasil usaha yang diperoleh nasabah
(misalnya sebesar Rp. 40.000.00,--), yaitu penjualan yang dilakukan
sebesar Rp.120.000.000,-- dikurangi harga pokok penjualan sebesar
Rp. 80.000.000,--.  Dalam  revenue  sharing  bank  syariah  hanya
diperkenankan melakukan pembagian hasil usaha dari estimasi laba
kotor tersebut yaitu  dari Rp.40.000.000,-- ini. Jika proyeksi yang
diharapkanoleh bank syariah adalah Rp. 10.000.000,- maka nisbah
untuk bank syariah sebagai pemilik dana adalah 10.000.000/40.000.000
x 100% = 25% sehingga nisbah yang diharapkan adalah 25 untuk bank
syariah dan 75 untuk nasabah.
Jika realisasi hasil usaha (laba kotor) sesuai proyeksi sebesar Rp.
40.000.000,-- maka bank syariah mendapatkan bagi hasil sebesar 25%
x Rp. 40.000.000,-- = Rp. 10.000.000,-- sesuai dengan proyeksi dan
nasabah mendapatkan bagi hasil sebesar 75% x Rp.40.000.000,-- = Rp.
30.000.000.  Namun  jika  realisasi  hasil  usaha                                                (laba  kotor)  yang
diperoleh hanya sebesar Rp. 5.000.000,-- mka bagi hasil untuk bank
syariah hanya sebesar 25% x Rp. 5.000.000 = Rp. 1.250.000,- atau
lebih rendah dari proyeksi sedangkan nasabah mendapatkan bagi hasil
sebesar 75% x Rp. 5.000.000 = Rp.3.750.000. Proyeksi bank syariah
Rp. 10.000.000,-- sedangkan realisasi bagi hasil dari nasabah Rp. 1.250.000.,--   maka   sisanya   sebesar   Rp.                                                                                 8.750.00--   tidak diperkenankan   ditagih   atau   diakumulasikan   dengan   bagi   hasil berikutnya.   Sebaliknya   jika   realisasi   hasil   usaha   sebesar   Rp. 60.000.000,-- maka bank syariah mendapatkan bagi hasil sebesar 25% x Rp. 60.000.000 = Rp. 15.000.000,-- (melebihi proyeksi) dan untuk nasabah memperoleh bagi hasil sebesar 75% x Rp. 60.000.000,-- = Rp.



45.000.000,-- Pendapatan yang melebihi proyeksi merupakan haknya bank syariah.
Sedangkan Kerugian Mudharabah perlu diketahui hal-hal (aaoifi, 2000) sebagai berikut:
a.       Sebagaimana disebutkan di atas, kerugian hanya akan ditanggung
oleh  pemilik  dari  dana,  namun  Pengelola  Dana  tidak  akan menanggung apapun darinya terkecuali apabila hal ini terjadi karena pelanggaran dari pihaknya atas dana atau kelalaiannya ditinjau   dari   perjanjian   Fuqaha   atau   kesepakatan  Fuqaha mengenai kesepakatan ini.
b.       Kerugian akhir neto pada saat Mudharabah diputarkankembali
akan dianggap sebagai penurunan dalam modal Mudharabah, dan Pengelola   Dana   akan   mengembalikan   sisanya   setelah mengurangkan kerugian sesuai dengan perjanjian kesepakatan Fuqaha.
c.      Kerugian berkala atau sewaktu-waktu, yang terjadi padamasa kelangsungan   Mudharabah   harus   diperhitungkan   dengan
keuntungan yang diperoleh sebelumnya yang belum dibagikan di
antara kedua belah pihak, jika ada, sesuai dengan ketentuan
perjanjian Fuqaha.
d.      Kerugian sewaktu-waktu yang tidak ditutup oleh keuntungan yang diperoleh sebelumnya harus ditangguhkan sampai terdapat realisasi keuntungan setelahnya dan diperhitungkan dengannya, dan keuntungan semacam ini tidak akan dibagikan, terkecuali setelah kerugian-kerugian tersebut di atas telah  diganti rugi.
e.     Apabila  kerugian  sewaktu-waktu  terjadi  selama kelangsungan
Mudharabah, dan keuntungan yang diperoleh sebelumnya telah dialokasikan, maka kerugian semacam ini akan diganti rugi dari keuntungan   tersebut:   sesuai   dengan   ketentuan   ketidak konsistensi keuntungan yang dibagikan.  Hal ini adalah untuk

E.  Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.  Akad  mudharabah  musytarakah  merupakan  perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah.
Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasarkan
akad mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama
(berdasarkan akad musyarakah). Pemilik dana musyarakah (musytarik)
memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi dana  yang disetorkan.
Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam
mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi
porsi pemilik dana sebagai pemilik dana  musyarakah.
Pembagian  hasil  investasi  mudharabah  musytarakah  dapat dilakukan sebagai berikut:
(a)      hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib)
dan pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati, selanjutnya
bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana
(sebagai  mudharib)  tersebut  dibagi  antara  pengelola  dana
(sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai porsi modal
masing-masing; atau
(b)   hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik)
        
dan pemiik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing,
         selanjutnya  bagian  hasil  investasi  setelah  dikurangi  untuk
        
pengelola  dana (sebagai  musytarik)  tersebut  dibagi  antara
        
pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai
        
nisbah yang disepakati
Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik



Dalam  Fatwa  Dewan  Syariah  Nasional  nomor50/DSN-
MUI/III/2006  tentang Akad  Mudharabah  Musytarakah  dijelaskan
ketentuan yang berkaitan dengan mudharabah musytarakah sebagai
berikut:
Pertama         :Ketentuan Umum
Mudharabah    Musytarakah    adalah    bentuk    akad
Mudharabah di mana pengelola (mudharibmenyertakan
modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
Kedua           :Ketentuan Hukum
Mudharabah Musytarakah boleh dilakukan oleh Lembaga
Keuangan Syari’ah (LKS), karena merupakan bagian dari
hukum Mudharabah.
Ketiga           :Ketentuan Akad dalam Produk Penghimpunan Dana
1.         Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah
Musytarakah,    yaitu    perpaduan    dari    akad
Mudharabah dan akad Musyarakah.
2.         LKS sebagai mudharib menyertakan modalatau
dananya dalam investasi bersama nasabah.
3. LKS  sebagai  pihak  yang  menyertakan dananya
(musytarik)        memperoleh bagian   keuntungan
berdasarkan porsi modal atau yang disertakan.
4.         Bagian  keuntungan  sesudah  diambil  oleh  LKS
sebagai   musytarik   dibagi   antara   LKS   sebagai mudharib  dengan  nasabah  dana  sesuai  dengan nisbah yang disepakati.
5.         Apabila   terjadi   kerugian   maka   LKS   sebagai
musytarik  menanggung  kerugian  sesuai  dengan
porsi modal atau dana yang disertakan.
Keempat        :Ketentuan Akad dalam Produk Penyaluran Dana
1.         Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah
Musytarakah,    yaitu    perpaduan    dari    akad Mudharabah dan akad Musyarakah.
2.         Nasabah  sebagai  mudharib  menyertakan  modal
atau dananya dalam investasi bersama LKS.


Bab 4 - Pengelolaan Dana Bank Syariah | 343



3.         Nasabah sebagai pihak yang menyertakan modal
atau   dananya          (musytarik)   memperoleh   bagian
keuntungan   berdasarkan   porsi   modal   yang
disertakan.
4.         Bagian keuntungan sesudah diambil oleh nasabah
sebagai musytarik dibagi antara nasabah sebagai
mudharib dengan LKS sesuai dengan nisbah yang
disepakati.
5.        Apabila  terjadi  kerugian  maka  nasabah sebagai
musytarik  menanggung  kerugian  sesuai  dengan porsi modal atau dana yang disertakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar