Teknik Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah
A. Pengertian Dan Rukun Mudharabah
a.
Mudharabah, usaha yang
berisiko (risky business) adalah akad kerjasama usaha
antara pihak pemilik
dana (shahib al mal dengan pihak pengelola
dana (mudharib) dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah
yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung
pemilik dana (modal). Istilah lain dari mudharabah adalah
muqaradhah dan qiradh.
b.
Mudharabah Mutlaqah, akad
mudharabah tanpa pembatasan yaitu bentuk kerja sama antara shahibul
mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu, dan daerah bisnis.Dalam
fiqh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari shaibul mal kepada mudharib yang memberi kewenangan penuh.
c.
Mudharabah Muqayyadah,
akad mudharabah dengan pembatasan
yaitu
bentuk kerja sama antara shahibul mal dan mudharib yang
cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan
daerah bisnis.
Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah memberikan
berapa pengertian yang berkaitan dengan Mudharabah sebagai berikut:
berapa pengertian yang berkaitan dengan Mudharabah sebagai berikut:
a.
Mudharabah adalah
akad kerjasama usaha
antara dua pihak
dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh
dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana)
bertindak selaku pengelola,
dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan
sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
memberikan kebebasan
kepada pengelola dana
dalam pengelolaan investasinya.
c.
Mudharabah muqayyadah
adalah mudharabah dimana pemilik dana
memberikan
batasan kepada pengelola
dana, antara lain mengenai tempat, cara dan
atau obyek investasi.
Dalam mudharabah
muqayadah, contoh batasan antara lain:
1.
tidak mencampurkan
dana pemilik dana
dengan danalainnya;
2.
tidak menginvestasikan
dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin,
atau tanpa jaminan; atau
3.
mengharuskan pengelola
dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui
pihak ketiga.
d.
Mudharabah musytarakah
adalah bentuk mudharabah
dimana
pengelola dana menyertakan
modal atau dananya
dalam
kerjasama investasi.
Rukun Mudharabah adalah
a. Orang yang berakad :
1). Pemilik modal / Shahibul
maal atau Rabbul maal
2). Pelaksanaan atau usahawan
/ Mudharib
b. Modal / maal
c. Kerja atau usaha / Dharabah
d. Keuntungan / ribh
e. Shighat / Ijab Qabul
Rukun-rukun mudhorobah
dalam pandangan jumhur ulama ada tiga pelaku akad (pemberi
dan penerima harta), ma`qud `alaih (modal, usaha keuntungan)
dan sighat (ijab dan
qabul). Imam syafi`i membaginya
menjadi lima bagian harta, usaha, keuntungan, sighat dan pelaku akad.
Akad mudhorobah tidak
wajib sebelum si pelaksana memulai usahanya, karena pemilik
dan pelaksana bisa membatalkannya. Adapun jika pelaksana telah
memulai usahanya apakah antara pelaksana dan pemilik modal
wajib menulis
akad mudhorobah? Imam Malik berpendapat
wajib dan merupakanakad yang diwarisi.
Alur
transaksi Mudharabah:
a.
Suatu proyek
membutuhkan modal dan
disepakati sebagai
pengelola usaha (mudharib) adalah Zakaria (nasabah)
sedangkan seluruh modal usaha disediakan oleh Bank Syariah Baitul
Qiradh sebagai pemilik dana (Shahibul mal). Pengelolaan usaha dilakukan
sepenuhnya oleh Zakaria sebagai pengelola usaha. Bank Syariah Baitul
Qiradh sebagai pemilik dana tidak diperkenankan
untuk ikut mengelola usaha.
b.
Pembagian hasil
usaha dilakukan untuk
kedua pihak sesuai
nisbah yang disepakati
diawal akad, yaitu untuk Bank Syariah
C. Ketentuan Mudharabah
Dalam
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh), diatur
hal-hal yang berkaitan dengan pembiayaan mudharabah (penyaluran
dana yang dilakukan oleh LKS) sebagai berikut:
Pertama
: Ketentuan Pembiayaan:
1.
Pembiayaan Mudharabah
adalah pembiayaan yang disalurkan
oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2.
Dalam pembiayaan ini LKS
sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 %
kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagaimudharib atau pengelola usaha.
3.
Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentuka berdasarkankesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4.
Mudharib boleh melakukan
berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama
dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta
dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai
hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5.
Jumlah dana pembiayaan
harus dinyatakan dengan jelasdalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
6.
LKS sebagai penyedia dana
menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib
(nasabah)
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi
perjanjian.
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi
perjanjian.
7.
Pada prinsipnya, dalam
Pembiayaan Mudharabah tidak ada jaminan,
namun agar mudharib
tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8.
Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan
diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9.
Biaya operasional
dibebankan kepada mudharib.
10.
Dalam hal
penyandang dana (LKS) tidak
melakukan kewajiban atau
melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak
mendapat ganti rugi atau biaya yang telah
dikeluarkan.
Kedua
: Rukun dan Syarat Pembiayaan:
1.
Penyedia dana (sahibul
maal) dan pengelola (mudharib)harus cakap hukum.
2.
Pernyataan ijab dan qabul
harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan
kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Penawaran dan
penerimaan harus secara
eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b.
Penerimaan dari penawaran
dilakukan pada saat kontrak.
c.
Akad dituangkan secara
tertulis, melaluikorespondensi, atau dengan menggunakan cara-carakomunikasi modern.
3.
Modal ialah sejumlah uang
dan/atau aset yang diberikanoleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan
usaha dengan syarat sebagai
berikut:
a.
Modal harus diketahui
jumlah dan jenisnya.
b.
Modal dapat berbentuk
uang atau barang yang dinilai. Jika modal
diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut
harus dinilai pada waktu akad.
c.
Modal
tidak dapat berbentuk
piutang dan harus dibayarkan
kepada mudharib, baik secara bertahap maupun
tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4.
Keuntungan mudharabah
adalah jumlah yang
didapat sebagai kelebihan dari
modal. Syarat keuntungan berikut ini
harus dipenuhi:
harus dipenuhi:
a.
Harus diperuntukkan
bagi kedua pihak
dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b.
Bagian keuntungan proporsional bagi setiap
pihak harus
diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati
dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai
kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c.
Penyedia dana menanggung
semua kerugian akibat dari
mudharabah, dan pengelola
tidak boleh
menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari
kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran
kesepakatan.
menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari
kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran
kesepakatan.
5.
Kegiatan usaha
oleh pengelola (mudharib), sebagaiperimbangan (muqabil) modal
yang disediakan olehpenyedia
dana, harus memperhatikan hal-hal
berikut:
a.
Kegiatan usaha adalah hak
eksklusif mudharib,tanpa
campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak
untuk melakukan pengawasan.
b.
Penyedia dana tidak boleh mempersempit
tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat
menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c.
Pengelola tidak
boleh menyalahi hukum
Syari’ahIslam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam
aktifitas itu.
Ketiga
: Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1)
Mudharabah boleh dibatasi
pada periode tertentu.
2)
Kontrak tidak boleh
dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuakejadian di masa depan
yang belum tentu terjadi.
3)
Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada
ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad alamanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja,
kelalaian, atau pelanggaran
kesepakatan.Jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau
4)
jika terjadi perselisihan
di antara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Sedangkan dalam
Fatwa Dewan Syariah
Nasional nomor 50/DSN-MUI/III/2006 Tentang
Akad Mudharabah Musytarakah mengatur sebagai berikut:
Pertama :Ketentuan Umum
Mudharabah
Musytarakah adalah bentuk
akad
Mudharabah di mana pengelola (mudharib menyertakan
modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
Kedua :Ketentuan
Hukum
Mudharabah Musytarakah boleh dilakukan oleLembaga
Keuangan Syari’ah (LKS), karena merupakan bagia dari hukum
Mudharabah.
Ketiga :Ketentuan
Akad dalam Produk Penghimpunan Dana
1.
Akad yang
digunakan adalah akad
MudharabahMusytarakah, yaitu
perpaduan dar akad Mudharabah dan akad Musyarakah.
2.
LKS sebagai
mudharib menyertakan modal
atau dananya dalam investasi bersama nasabah.
(musytarik) memperoleh
bagian keuntungan
berdasarkan porsi modal atau yang disertakan.
4.
Bagian keuntungan
sesudah diambil oleh
LKS sebagai musytarik dibagi
antara LKS sebagai mudharib
dengan nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
5.
Apabila terjadi kerugian
maka LKS sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan.
Keempat :Ketentuan
Akad dalam Produk Penyaluran Dana
1.
Akad yang
digunakan adalah akad Mudharabah
Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan
akad Musyarakah.
2.
Nasabah sebagai mudharib
menyertakan moda atau
dananya dalam investasi bersama LKS.
3.
Nasabah sebagai pihak
yang menyertakan modal atau
dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan
porsi modal yang disertakan.
4.
Bagian keuntungan sesudah
diambil oleh nasabah sebagai musytarik
dibagi antara nasabah
sebagai mudharib dengan LKS
sesuai dengan nisbah yang disepakati.
5.
Apabila
terjadi kerugian maka
nasabah sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan.
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia nomor 10/ 31 /DPbS tanggal
7 Oktober 2008, perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
dijelaskan Mudharabah diatur sebagai berikut:
1. Definisi
Pembiayaan
adalah penyediaan dana
atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a.
transaksi bagi
hasil dalam bentuk
mudharabah dan musyarakah;
b.
transaksi sewa menyewa
dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik;
c.
transaksi jual beli dalam
bentuk piutang murabahah, salam,dan istishna’;
d.
transaksi pinjam meminjam
dalam bentuk piutang qardh;
dan
e.
transaksi sewa menyewa
jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha
Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai dan/atau
diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka
waktu tertentu
dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
2. Akad-akad
a. Mudharabah
Transaksi penanaman dana dari pemilik dana (shahibul
maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya
maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya
b.
Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai
permintaan pemilik dana
c.
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah untuk kegiatan
usaha yangcakupannya
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah
bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
3. Fiture dan Mekanisme
a.
Bank bertindak sebagai
pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan dana dengan
fungsi sebagai modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai
pengelola dana (mudharib) dalam kegiatan usahanya;
b.
Bank memiliki hak dalam pengawasan dan
pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah, antara lain Bank dapat melakukan review
dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;
dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;
c.
Pembagian hasil usaha
dari pengelolaan dana dinyatakandalam nisbah yang disepakati
d.
Nisbah
bagi hasil yang
disepakati tidak dapat
diubah
sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak;
sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak;
e.
Jangka waktu Pembiayaan
atas dasar Akad Mudharabah, pengembalian dana, dan
pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan
Bank dan nasabah;
f.
Pembiayaan atas dasar
Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang dan/atau
barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan; Dalam hal Pembiayaan
atas dasar Akad
Mudharabah diberikan dalam bentuk
uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya;
g.
Dalam hal
Pembiayaan atas dasar
Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk
barang, maka barang
tersebut harus dinilai atas dasar
harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan
secara jelas jumlahnya;
h.
Pengembalian Pembiayaan
atas dasar Mudharabah dilakukan
dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada
akhir periode Akad, sesuai dengan jangka waktu
Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah;
i.
Pembagian hasil usaha
dilakukan atas dasar laporan hasil usaha pengelola
dana (mudharib) dengan
disertai bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
j.
Kerugian usaha nasabah
pengelola dana (mudharib) yang dapat ditanggung oleh
Bank selaku pemilik dana (shahibul maal) adalah maksimal sebesar jumlah
pembiayaan yang diberikan (ra’sul maal).
D. Unsur-Unsur Mudharabah
a.
Di dalam
perjanjian tersebut harus
dinyatakan secara tersurat maupun tersirat mengenai tujuan dari kontrak .
b.
Penawaran dan Penerimaan
harus disepakati kedua belah pihak di dalam kontrak tersebut.
c.
Maksud Penawaran
dan Penerimaan merupakan suatu kesatuan
infromasi yang sama penjelasannya. Perjanjian bisa saja
berlangsung melalui proposal tertulis dan langsung di
tandatangani, melainkan bisa juga dilakukan melalui surat menyurat/korespondensi dengan menggunakan alat Fax atau Komputer, dan
telah disahkan oleh
Cendekiawan Fiqih Islam, Organisasi Konferensi Islam.
1. Modal Mudharabah
Modal adalah sejumlah uang pemilik dana
diberikan kepada Pengelola Dana untuk investasikan (dikelola) dalam kegiatan
usaha Mudharabah. Adapun syarat-syarat yang tercakup dalam modal
adalah (aaoifi, 2000) sebagai berikut:
a. Jumlah modal harus harus diketahui secara pasti termasuk
jenis
mata uangnya.
b. Modal harus dalam bentuk tunai. Seandainya
berbentuk aset,menurut Jumhur Ulama Fiqh diperbolehkan
asalkan berbentuk barang niaga dan mempunyai nilai atau biaya historisnya pada saat mengadakan kontrak.
Bila aset tersebut berbentuk non-moneter yang siap dimanfaatkan, seperti
pesawat dan kapal, menurut
madzhab Hanbali (Imam Ahmad
bin Hanbal) diperbolehkan sebagai
modal Mudharabah asalkan Pengelola Dana tetap
menginvestasikan semua modal tersebut dan berbagi
c. Modal harus tersedia dalam bentuk tunai, tidak hutang.
d. Modal
Mudharabah langsung dibayar kepada Pengelola Dana.
Beberapa Fuqaha berbeda
pendapat mengenai cara
realisasi
pencairan dana, yaitu dibayar langsung dengan cara mentransfer dari rekening pemilik dana kepada Pengelola Dana, atau dengan cara lain dilaksanakan dengan memungkinkan Pengelola Dana untuk memperoleh manfaat dari modal tersebut, bagaimana pun
cara akuisisinya. Sesuai dengan pendapat kedua, pengadaan
kontrak dapat dilaksanakan untuk keseluruhan modal, dan pembayarannya kepada Pengelola Dana dapat dibuat dalam beberapa angsuran.
pencairan dana, yaitu dibayar langsung dengan cara mentransfer dari rekening pemilik dana kepada Pengelola Dana, atau dengan cara lain dilaksanakan dengan memungkinkan Pengelola Dana untuk memperoleh manfaat dari modal tersebut, bagaimana pun
cara akuisisinya. Sesuai dengan pendapat kedua, pengadaan
kontrak dapat dilaksanakan untuk keseluruhan modal, dan pembayarannya kepada Pengelola Dana dapat dibuat dalam beberapa angsuran.
2. Pekerjaan / Usaha
Mudharabah
syarat yang harus diterapkan
dalam usaha/pekerjaan Mudharabah:
a.
Bentuk pekerjaan/usaha
merupakan hak khusus Pengelola Dana,
tidak
ada intervensi manajemen dari pemilik dana. Meskipun demikian
menurut madzhab Hanbali, membolehkan
adanya peran
serta/partisipasi pemilik dana
dalam pekerjaan/usaha tersebut.
b.
Penyedia dana tidak harus
boleh membatasi kegiatan Pengelola
Dana, seperti melarang Pengelola Dana agar tidak sukses
dalam pencarian
laba/keuntungan.
c.
Pengelola Dana tidak boleh melanggar hukum
Syari'ah Islamdalam usahanya dan juga harus
mematuhi praktik-praktik usaha yang
berlaku.
d.
Pengelola Dana
harus mematuhi syarat-syarat
yang diajukan pemilik dana, asalkan syarat-syarat tersebut tidak bertentangan dengan kontrak Mudharabah tersebut.
Ketentuan lain yang
berkaitan dengan pekerjaan
dalam mudarabah (AAOIFI, 2000) adalah:
a.
Jenis kegiatan:
bagi para pengikut
madzhab Safii, hanyalah terbatas pada perniagaan, namun
untuk penggandaan Fuqaha, akan diberikan pengaturan untuk semua jenis
keuntungan yang berorientasi kepada kegiatan
seperti perniagaan, industri, pertanian,
atau pelayanan jasa.
b.
Batasan kegiatan
Pengelola Dana sehubungan
dengan danaMudharabah adalah:
1.
Harus benar-benar
memiliki usaha, sesuai
dengan kontrak, yang merupakan pekerjaan utama dan cabang dari kegiatannya.
2.
Pekerjaan atau usaha yang
ia miliki harus sesuai dengan surat kuasa umum.
Kesemuanya ini merupakan pekerjaan yang tidak
mempunyai hubungannya dengan kegiatan usaha utama,
namun merupakan penunjang
dalam Perlakuan investasi,
seperti perpaduan dengan
dana Mudharabah dan dananya
sendiri.
3.
Pekerjaan atau usaha yang
ia tidak akan miliki, terkecuali dengan suatu ijin tertulis dari pemilik dana
tersebut.
Pekerjaan atau usaha ini tidak mengarah kepada
pengembangan dana atau pun pada kewajiban atau
hutang baru apapun, di pihak pemilik, atas dana tersebut
seperti peminjaman account dana Mudharabah.
Pekerjaan atau usaha ini tidak mengarah kepada
pengembangan dana atau pun pada kewajiban atau
hutang baru apapun, di pihak pemilik, atas dana tersebut
seperti peminjaman account dana Mudharabah.
Peraturan Usaha dengan
dana Pemilik dalam
Mudharabah adalah (AAOIFI, 2000) sebagai berikut
a.
Usaha atau pekerjaan
berkenaan dengan pengambilan keputusan, seperti penjualan dan
pembelian. Pekerjaan ini tidak dapat ditetapkan dalam kontrak sesuai dengan ketentuan penggandaan
Fuqaha,
namun atas izin
madzhab Hambali. Apabila
ia melaksanakan usaha tanpa suatu ketetapan, maka akan dapat diizinkan
untuk beberapa Fuqaha, karena ia melaksanakannya dengan mandat dari
Pengelola Dana.
b.
Sewa guna pelayanan jasa
dari pemilik dana terhadap biaya-biaya
atau tagihan, seperti tagihan gudang, pelayanan jasa
angkutan, akan dianggap
dapat diizinkan untuk
beberapa ketentuan Fuqaha.
c.
Satu transaksi dari
pemilik dana dengan pemilik Pengelola Dana dalam dana
Mudharabah, dengan penjualan atau pembelian, akan diijinkan
untuk beberapa ketentuan Fuqaha.
d.
Bidang pengawasan atau
pekerjaan kantor sehubungan dengan dana Mudharabah, akan diizinkan tanpa kualifikasi apapun.
3. Keuntungan atau Kerugian
Mudharabah
Keuntungan adalah jumlah yang melebihi
jumlah modal dan merupakan tujuan Mudharabah, dengan syarat-syarat seperti
berikutini:
a.
Keuntungan ini haruslah berlaku bagi kedua
belah pihak dan tidak ada
satu pihak pun
yang akan memilikinya
tanpa persetujuan dari pihak lainnya.
b.
Haruslah menjadi perhatian dari kedua belah
pihak, dan tidakterdapat pihak ketiga yang akan turut memperoleh bagi
hasildarinya.
c.
Porsi bagi hasil
keuntungan untuk masing-masing pihak harus disepakati bersama
pada saat perjanjian
ditandatangai.
Keuntungan diberikan dalam bentuk persentase. Bagi hasil
Pengelola Dana harus secara jelas dinyatakan pada saat
pengadaan kontrak dilakukan. Dengan mengakui bahwa akan
diijinkan di kemudian hari untuk menyesuaikan persentase
keuntungan yang dialokasikan kepada para pihak.
Keuntungan diberikan dalam bentuk persentase. Bagi hasil
Pengelola Dana harus secara jelas dinyatakan pada saat
pengadaan kontrak dilakukan. Dengan mengakui bahwa akan
diijinkan di kemudian hari untuk menyesuaikan persentase
keuntungan yang dialokasikan kepada para pihak.
tanpa
mengembalikan modal, akan
dianggap tidak stabil
terkecuali suatu strategi diterapkan untuk stabilitas, yang di sini
untuk menghapus kontrak pada setiap alokasi dan untuk
memulai suatu kontrak baru. Akan tetapi, madzhab Hambali
menerapkan salah satu dari ketentuan, sementara Bin Hazm dan
Zideiya menemukan kepemilikan keuntungan yang dialokasikan
dalam kelangsungan Mudharabah sebagai stabil.
terkecuali suatu strategi diterapkan untuk stabilitas, yang di sini
untuk menghapus kontrak pada setiap alokasi dan untuk
memulai suatu kontrak baru. Akan tetapi, madzhab Hambali
menerapkan salah satu dari ketentuan, sementara Bin Hazm dan
Zideiya menemukan kepemilikan keuntungan yang dialokasikan
dalam kelangsungan Mudharabah sebagai stabil.
Dalam mudharabah bagi
hasil tergantung pada hasil usha yang
diperoleh oleh pengelola dana sesuai nisbah yang disepakati pada awal
akad. Jadi dalam mudharabah tidak diperkenankan untuk meminta
pengelola untuk memberikan imbalan dalam bentuk bagi hasil yang
besarnya ditetapkan didepan, yang harus disepakati diawal adalah porsi
pembagian keuntungan yang sering disebut dengan nisbah. Untuk
memberikan gambaran penentukan nisbah yang dilakukan oleh bank
syariah, dapat dilihat dalam ilustrasi gambar berikut:
diperoleh oleh pengelola dana sesuai nisbah yang disepakati pada awal
akad. Jadi dalam mudharabah tidak diperkenankan untuk meminta
pengelola untuk memberikan imbalan dalam bentuk bagi hasil yang
besarnya ditetapkan didepan, yang harus disepakati diawal adalah porsi
pembagian keuntungan yang sering disebut dengan nisbah. Untuk
memberikan gambaran penentukan nisbah yang dilakukan oleh bank
syariah, dapat dilihat dalam ilustrasi gambar berikut:
Gambar
4-23 : penentuan nisbah dalam mudharabah
Misalnya
bank syariah ingin memberikan modal mudharabah
sebesar Rp. 50.000.000,- dengan prinsip mudharabah. Dari pemberian
sebesar Rp. 50.000.000,- dengan prinsip mudharabah. Dari pemberian
modal mudharabah tersebut
bank syariah mengharapkan keuntungan
(expectation return) atau proyek pendapatan sebesar 20% x Rp. 50.000.000 = Rp. 10.000.000,--. Dengan pemberian modal Rp. 50.000.000 tersbeut bank syariah tidak diperkenan meminta kepada pengelola (nasabah) untuk membayar bagi hasil Rp. 10.000.000,-- yang harus dilakukan adalah menentukan porsi pembagian hasil usaha (nisbah). Pada umumnya dalam berbagi hasil mempergunakan prinsip revenue sharing yaitu pembagian dari hasil usaha (gross profit),
sehingga harus diketahui proyeksi hasil usaha yang diperoleh nasabah
(misalnya sebesar Rp. 40.000.00,--), yaitu penjualan yang dilakukan
sebesar Rp.120.000.000,-- dikurangi harga pokok penjualan sebesar
Rp. 80.000.000,--. Dalam revenue sharing bank syariah hanya
diperkenankan melakukan pembagian hasil usaha dari estimasi laba
kotor tersebut yaitu dari Rp.40.000.000,-- ini. Jika proyeksi yang
diharapkanoleh bank syariah adalah Rp. 10.000.000,- maka nisbah
untuk bank syariah sebagai pemilik dana adalah 10.000.000/40.000.000
x 100% = 25% sehingga nisbah yang diharapkan adalah 25 untuk bank
syariah dan 75 untuk nasabah.
(expectation return) atau proyek pendapatan sebesar 20% x Rp. 50.000.000 = Rp. 10.000.000,--. Dengan pemberian modal Rp. 50.000.000 tersbeut bank syariah tidak diperkenan meminta kepada pengelola (nasabah) untuk membayar bagi hasil Rp. 10.000.000,-- yang harus dilakukan adalah menentukan porsi pembagian hasil usaha (nisbah). Pada umumnya dalam berbagi hasil mempergunakan prinsip revenue sharing yaitu pembagian dari hasil usaha (gross profit),
sehingga harus diketahui proyeksi hasil usaha yang diperoleh nasabah
(misalnya sebesar Rp. 40.000.00,--), yaitu penjualan yang dilakukan
sebesar Rp.120.000.000,-- dikurangi harga pokok penjualan sebesar
Rp. 80.000.000,--. Dalam revenue sharing bank syariah hanya
diperkenankan melakukan pembagian hasil usaha dari estimasi laba
kotor tersebut yaitu dari Rp.40.000.000,-- ini. Jika proyeksi yang
diharapkanoleh bank syariah adalah Rp. 10.000.000,- maka nisbah
untuk bank syariah sebagai pemilik dana adalah 10.000.000/40.000.000
x 100% = 25% sehingga nisbah yang diharapkan adalah 25 untuk bank
syariah dan 75 untuk nasabah.
Jika
realisasi hasil usaha (laba kotor) sesuai proyeksi sebesar Rp.
40.000.000,-- maka bank syariah mendapatkan bagi hasil
sebesar 25%
x Rp. 40.000.000,-- = Rp. 10.000.000,-- sesuai dengan proyeksi dan
nasabah mendapatkan bagi hasil sebesar 75% x Rp.40.000.000,-- = Rp.
x Rp. 40.000.000,-- = Rp. 10.000.000,-- sesuai dengan proyeksi dan
nasabah mendapatkan bagi hasil sebesar 75% x Rp.40.000.000,-- = Rp.
30.000.000. Namun
jika realisasi hasil
usaha (laba kotor)
yang
diperoleh hanya sebesar Rp. 5.000.000,-- mka bagi hasil untuk bank
syariah hanya sebesar 25% x Rp. 5.000.000 = Rp. 1.250.000,- atau
lebih rendah dari proyeksi sedangkan nasabah mendapatkan bagi hasil
sebesar 75% x Rp. 5.000.000 = Rp.3.750.000. Proyeksi bank syariah
Rp. 10.000.000,-- sedangkan realisasi bagi hasil dari nasabah Rp. 1.250.000.,-- maka sisanya sebesar Rp. 8.750.00-- tidak diperkenankan ditagih atau diakumulasikan dengan bagi hasil berikutnya. Sebaliknya jika realisasi hasil usaha sebesar Rp. 60.000.000,-- maka bank syariah mendapatkan bagi hasil sebesar 25% x Rp. 60.000.000 = Rp. 15.000.000,-- (melebihi proyeksi) dan untuk nasabah memperoleh bagi hasil sebesar 75% x Rp. 60.000.000,-- = Rp.
diperoleh hanya sebesar Rp. 5.000.000,-- mka bagi hasil untuk bank
syariah hanya sebesar 25% x Rp. 5.000.000 = Rp. 1.250.000,- atau
lebih rendah dari proyeksi sedangkan nasabah mendapatkan bagi hasil
sebesar 75% x Rp. 5.000.000 = Rp.3.750.000. Proyeksi bank syariah
Rp. 10.000.000,-- sedangkan realisasi bagi hasil dari nasabah Rp. 1.250.000.,-- maka sisanya sebesar Rp. 8.750.00-- tidak diperkenankan ditagih atau diakumulasikan dengan bagi hasil berikutnya. Sebaliknya jika realisasi hasil usaha sebesar Rp. 60.000.000,-- maka bank syariah mendapatkan bagi hasil sebesar 25% x Rp. 60.000.000 = Rp. 15.000.000,-- (melebihi proyeksi) dan untuk nasabah memperoleh bagi hasil sebesar 75% x Rp. 60.000.000,-- = Rp.
45.000.000,-- Pendapatan yang melebihi proyeksi merupakan
haknya bank syariah.
Sedangkan Kerugian Mudharabah perlu diketahui hal-hal
(aaoifi, 2000) sebagai berikut:
a. Sebagaimana
disebutkan di atas, kerugian hanya akan ditanggung
oleh pemilik dari
dana, namun Pengelola
Dana tidak akan menanggung apapun darinya terkecuali apabila
hal ini terjadi karena pelanggaran dari
pihaknya atas dana atau kelalaiannya ditinjau dari
perjanjian Fuqaha atau
kesepakatan Fuqaha mengenai kesepakatan ini.
b. Kerugian
akhir neto pada saat Mudharabah diputarkankembali
akan dianggap sebagai penurunan dalam modal Mudharabah, dan
Pengelola Dana
akan mengembalikan sisanya
setelah mengurangkan kerugian sesuai dengan perjanjian kesepakatan Fuqaha.
c. Kerugian
berkala atau sewaktu-waktu, yang terjadi padamasa kelangsungan Mudharabah
harus diperhitungkan dengan
keuntungan yang diperoleh sebelumnya yang belum dibagikan di
antara kedua belah pihak, jika ada, sesuai dengan ketentuan
perjanjian Fuqaha.
keuntungan yang diperoleh sebelumnya yang belum dibagikan di
antara kedua belah pihak, jika ada, sesuai dengan ketentuan
perjanjian Fuqaha.
d. Kerugian sewaktu-waktu
yang tidak ditutup oleh keuntungan yang diperoleh sebelumnya
harus ditangguhkan sampai terdapat realisasi keuntungan setelahnya dan
diperhitungkan dengannya, dan keuntungan semacam ini tidak akan
dibagikan, terkecuali setelah
kerugian-kerugian tersebut di atas telah
diganti rugi.
e. Apabila kerugian
sewaktu-waktu terjadi selama kelangsungan
Mudharabah, dan keuntungan yang diperoleh sebelumnya telah dialokasikan,
maka kerugian semacam ini akan diganti rugi dari keuntungan
tersebut: sesuai dengan
ketentuan ketidak konsistensi
keuntungan yang dibagikan. Hal ini
adalah untuk
E. Mudharabah
Musytarakah
Mudharabah musytarakah
adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana
menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi. Akad
mudharabah musytarakah merupakan
perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah.
Dalam mudharabah
musytarakah, pengelola dana (berdasarkan
akad mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama
(berdasarkan akad musyarakah). Pemilik dana musyarakah (musytarik)
memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi dana yang disetorkan.
Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam
mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi
porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.
akad mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama
(berdasarkan akad musyarakah). Pemilik dana musyarakah (musytarik)
memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi dana yang disetorkan.
Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam
mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi
porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.
Pembagian hasil investasi
mudharabah musytarakah dapat dilakukan sebagai
berikut:
(a) hasil
investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib)
dan
pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati, selanjutnya
bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana
(sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana
(sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai porsi modal
masing-masing; atau
bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana
(sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana
(sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai porsi modal
masing-masing; atau
(b) hasil investasi dibagi antara pengelola dana
(sebagai musytarik)
dan pemiik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing,
selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk
pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara
pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai
nisbah yang disepakati
dan pemiik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing,
selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk
pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara
pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai
nisbah yang disepakati
Jika terjadi kerugian
atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para
musytarik
Dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional
nomor50/DSN-
MUI/III/2006 tentang Akad
Mudharabah Musytarakah dijelaskan
ketentuan yang berkaitan dengan mudharabah musytarakah sebagai
berikut:
ketentuan yang berkaitan dengan mudharabah musytarakah sebagai
berikut:
Pertama :Ketentuan Umum
Mudharabah
Musytarakah adalah bentuk
akad
Mudharabah di mana pengelola (mudharibmenyertakan
modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
Kedua :Ketentuan
Hukum
Mudharabah Musytarakah boleh dilakukan oleh Lembaga
Keuangan Syari’ah (LKS), karena merupakan bagian dari
hukum Mudharabah.
Ketiga :Ketentuan
Akad dalam Produk Penghimpunan Dana
1. Akad yang digunakan
adalah akad Mudharabah
Musytarakah,
yaitu perpaduan dari
akad
Mudharabah dan akad Musyarakah.
2. LKS sebagai mudharib
menyertakan modalatau
dananya dalam investasi bersama nasabah.
3. LKS sebagai
pihak yang menyertakan dananya
(musytarik) memperoleh bagian keuntungan
berdasarkan porsi modal atau yang disertakan.
4. Bagian keuntungan
sesudah diambil oleh
LKS
sebagai
musytarik dibagi antara
LKS sebagai mudharib dengan
nasabah dana sesuai
dengan nisbah yang disepakati.
5. Apabila terjadi
kerugian maka LKS
sebagai
musytarik
menanggung kerugian sesuai
dengan
porsi modal atau dana yang disertakan.
Keempat :Ketentuan
Akad dalam Produk Penyaluran Dana
1. Akad yang digunakan
adalah akad Mudharabah
Musytarakah, yaitu
perpaduan dari akad Mudharabah dan akad
Musyarakah.
2. Nasabah sebagai
mudharib menyertakan modal
atau dananya dalam investasi bersama LKS.
Bab
4 - Pengelolaan Dana Bank Syariah | 343
3. Nasabah
sebagai pihak yang menyertakan modal
atau dananya (musytarik) memperoleh
bagian
keuntungan berdasarkan
porsi modal yang
disertakan.
disertakan.
4. Bagian
keuntungan sesudah diambil oleh nasabah
sebagai musytarik dibagi antara nasabah sebagai
mudharib dengan LKS sesuai dengan nisbah yang
disepakati.
mudharib dengan LKS sesuai dengan nisbah yang
disepakati.
5. Apabila terjadi
kerugian maka nasabah sebagai
musytarik menanggung
kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana
yang disertakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar